Memutus Mata Rantai Misionaris di Aceh

Misionaris, pendangkalan dan pembelokan akidah, serta pemurtadan, menjadi rangkaian kata yang sangat populer di Aceh, khususnya di Aceh Barat, dalam sepekan terakhir. Semua itu berawal pada 19 Juli lalu, ketika tiga warga Amerika Serikat diamankan Imigrasi Meulaboh demi mencegah amuk massa, karena mereka diduga menyebarkan misi Kristen di Aceh Barat, bagian dari tanah Aceh yang bersyariat Islam.

Ketiga warga Amerika yang masih satu keluarga itu bekerja pada yayasan sosial (koperasi dan usaha kecil). Mereka juga punya link dengan beberapa guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Aceh Barat asal Sumatera Utara yang belakangan terungkap bahwa semua mereka terindikasi berkomplot sebagai misionaris. Berdasarkan arti kamus, misionaris adalah orang yang menyebarkan warta (kabar gembira) Injil kepada orang lain yang belum mengenal Kristus.

Pada kenyataannya, setelah Satpol PP dan WH maupun kepolisian setempat menggencarkan pengusutan, aksi misionaris itu memang memiliki dasar pembuktian yang kuat. Setidaknya sudah tiga perempuan Aceh Barat mengaku dibaptis sebagai jemaat Kristus. Bukan cuma Injil, sejumlah kaset yang berisi lagu pujian-pujian untuk misa juga dimiliki wanita yang menjadi sasaran pemurtadan itu.

Menariknya lagi, wanita-wanita yang awalnya muslimah itu tetap dianjurkan pakai jilbab dan melakukan shalat di masjid, namun senantiasa berada dalam kontrol dan arahan para pembaptisnya. Tak kurang mengagetkan, para wanita itu mengaku dibaptis di bawah alam sadarnya, sebagaimana diakui Juwita, Cut, ataupun Ernawista.

Terus terang, sebagai umat beragama di negeri syariat, rasa keberagamaan kita tersayat-sayat membaca berita ini. Itu karena kita tahu tentang kesepakatan di negeri ini bahwa kepada orang yang sudah beragama dilarang menyebarkan agama lain. Di sisi lain, kehidupan yang damai dan tenteram tentunya dambaan semua umat beragama. Oleh karenanya, rasa saling menghormati dan toleransi antarumat beragama perlu terus dijaga. Namun, tetap tidak boleh dalam konteks toleransi itu ada pihak yang aktif melakukan penetrasi agamanya kepada orang yang sudah beragama. Ini terlarang dan pelanggarnya dapat dihukum. Islam sendiri mengajarkan, tidak ada pemaksaan dalam beragama. Memeluk agama tertentu haruslah didasarkan kesadaran sendiri.

Oleh karenanya, pihak berkompeten perlu segera mengambil langkah strategis untuk memutus mata rantai jaringan misionaris di Aceh, agar upaya pemurtadan dan pembelokan akidah seperti di Aceh Barat, tidak menyebar luas di bumi Serambi Mekkah ini.    Selain itu, masyarakat muslim diimbau untuk terus mempertebal iman dengan melaksanakan syariat Islam secara baik dan benar, tidak mudah tergoda dengan ajakan-ajakan kelompok misionaris. Tak kalah pentingnya adalah meningkatkan pemahaman keislaman dan membuat mereka tidak terus-menerus terpuruk dalam kemiskinan, karena kefakiran sangatlah dekat dengan kakufuran.

http://www.serambinews.com/news/view/35728/memutus-mata-rantai-misionaris-di-aceh

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*