KEUTAMAAN IKHLAS

 

Ikhlas Mutiara Amal

Oleh:

Tgk.BUSTAMAM USMAN, SHI, MA

Ketua Komisi B MPU Kota Banda Aceh

 

  1. Pengertian Ikhlas

Secara bahasa (lughah) kata ikhlas berasal dari bahasa Arab: khalasha, yakhlushu, khulushan, ikhlashan, yang berarti bersih, tiada bercampur, tulus, membersihkan sesuatu hingga menjadi bersih.

Sedangkan secara istilah, ikhlas memiliki bermacam-macam arti:

  1. Imam al-Qusyairi dalam kitab Risalatul Qusyairiyahnya menyebutkan perihal makna ikhlas. Ikhlas berarti bermaksut menjadikan Allah SWT, sebagai satusatunya sesembahan (al-Qusyairi,1990: 183)
  2. Hamka dalam bukunya Tasawuf Modern menyebutkan: ikhlas artinya bersih, tidak ada campuran, ibarat emas; emas tulen, tidak ada campuran perak berapa persenpun. Pekerjaan yang bersih terhadap sesuatu itu dinamakan ikhlas (Hamka, 1983: 95)
  3. Ikhlas adalah apabila semua perbuatan yang dilakukan semata-mata karena Allah, dan taqarrub kepada-Nya (Syukur, 2003:121)
  4. Syekh ibn „Atha‟illah menjelaskan tentang ikhlas, yakni melakukan amal semata ditujukan kepada Allah sebagai zat yang meiliki sang hamba, dan memang dalam hal ini dikenal dengan (terdapat) berbagai tingkatan, sesuai dengan taufiq yang diberikan Allah ta‟ala kepada seorang hamba („Atha‟illah, 2012: 14)
  5. Menurut Ali Mahmud, meninggalkan amal karena manusia adalah riya‟, beramal karena manusia adalah syirik, apabila Allah menyelamatkan kamu dari keduanya ialah ikhlas” (Mahmud,1994: 25)
  6. Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin bahwa Ikhlas itu membersihkan amal-amal dari campurancampuran tersebut seluruhnya, sedikitnya dan banyaknya. Sehingga menjadi semata-mata padanya dengan maksut at-taqarrub (Al-Ghazali,1979: 57).

 

Keutamaan Ikhlas

Ada beberapa keutamaan dan buah yang bisa dipetik dari keikhlasan kepada Allah subhanahu wata’ala, di antaranya adalah:

  1. Mendapatkan syafa’at Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam

Shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam: “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling bahagia dengan mendapatkan syafa’at engkau pada hari kiamat nanti?” Beliau menjawab:

“Orang yang mengucapkan Laa Ilaha Illallah dengan ikhlas dari lubuk hatinya.” (HR. Al Bukhari)

Makna ikhlas di sini adalah dia mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dengan sekaligus menjalankan konsekuensi-konsekuensi dari kalimat tersebut, yakni dia harus benar-benar mempersembahkan amal ibadahnya kepada Allah subhanahu wata’ala dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Dan beribadahlah hanya kepada Allah dan jangan engkau menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (An Nisa’: 36)

  1. Dibukakan baginya pintu-pintu langit

Hal ini berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam:

“Tidaklah seorang hamba mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dengan ikhlas, kecuali pasti akan dibukakan baginya pintu-pintu langit, sampai dia dibawa ke ‘Arsy (tempat beristiwa’nya Allah), selama dia menjauhi perbuatan dosa-dosa besar.” (HR. At Tirmidzi)

  1. Diharamkan baginya An Nar (Neraka)

Sesungguhnya An Nar itu haram dimasuki oleh orang-orang yang ikhlas kepada Allah subhanahu wata’ala sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam:

“Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala menolong umat ini dengan adanya kaum yang lemah di antara mereka, dengan doa mereka, dengan shalat mereka, dan dengan keikhlasan yang ada pada mereka.” (HR. An Nasa’i)

  1. Dilapangkan dari masalah yang sedang menghimpitnya

Terkadang seorang muslim dihadapkan pada suatu masalah yang sangat pelik yang terkadang menjadikan dia berputus asa dalam mengatasinya. Namun amalan-amalan yang dilakukan dengan ikhlas dapat dijadikan sebagai wasilah (perantara) dalam berdo’a kepada Allah subhanahu wata’ala untuk dihilangkannya berbagai masalah yang sedang menghimpitnya? Hal ini pernah menimpa tiga orang pada zaman dahulu ketika mereka terperangkap di dalam sebuah goa. Kemudian Allah subhanahu wata’ala selamatkan mereka karena do’a yang mereka panjatkan disertai dengan penyebutan amalan-amalan shalih yang mereka lakukan ikhlas karena Allah subhanahu wata’ala.

  1. Husnul Khatimah

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pernah menceritakan bahwa pada zaman dahulu ada seseorang yang telah membunuh 99 bahkan 100 orang. Kemudian orang tersebut hendak bertaubat kepada Allah subhanahu wata’ala, tetapi akhirnya orang tersebut meninggal sebelum beramal kebajikan sedikitpun. Namun Allah subhanahu wata’ala terima taubatnya karena keikhlasan dia untuk benar-benar bertaubat kepada Allah subhanahu wata’ala, dan dia pun tergolong orang yang meninggal dalam keadaan husnul khatimah.

  1. Benteng dari godaan setan

Setan dan bala tentaranya akan senantiasa menggoda umat manusia seluruhnya sampai hari kiamat. Namun hanya orang-orang yang ikhlaslah yang akan selamat dari godaan mereka ini. Hal ini diakui sendiri oleh pimpinan para setan yaitu iblis, sebagaimana Allah subhanahu wata’ala sebutkan pengakuannya itu dalam Al Qur’an (artinya): “Iblis berkata: “Wahai Tuhanku, oleh sebab Engkau telah menyesatkanku, pasti aku akan menjadikan mereka (anak cucu Adam) memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba Engkau yang ikhlas di antara mereka.” (Al Hijr: 39-40)

  1. Selamat dari jurang kemaksiatan kepada Allah subhanahu wata’ala

Tercatat dalam sejarah, bagaimana dahsyatnya godaan yang dialami Nabi Yusuf ? ketika diajak berzina oleh seorang istri pejabat negeri waktu itu. Namun Allah subhanahu wata’ala selamatkan dia dan Allah subhanahu wata’ala palingkan dia dari perbuatan tersebut. Allah subhanahu wata’ala kisahkan peristiwa ini di dalam Al Qur’an (artinya):

“Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian.” (Yusuf: 24)

Apa sebabnya? “Sesungguhnya dia (Yusuf) itu termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas.” (Yusuf: 24)

  1. Senantiasa di atas kebaikan

Diriwayatkan oleh Ja’far bin Hayyan dari Al Hasan, bahwa beliau berkata: “Senantiasa seorang hamba itu berada dalam kebaikan, jika berkata, (ikhlas) karena Allah subhanahu wata’ala, dan jika beramal, (ikhlas) karena Allah subhanahu wata’ala.”

 

I.Unsur-Unsur Ikhlas

  1. Niat

Sesungguhnya Allah swt berfirman: “Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di saat dan petang hari, sedangkan mereka menghendaki keridhaan-Nya (QS 6: 52). Dan maka niat adalah menghendaki keridhaan-Nya.

  1. Mengikhlaskan niat

Nabi saw. Bersabda kepada Muadz, “Ikhlaskanlah amal, maka sedikit darinya mencukupimu”.

  1. Dapat dipercaya

Ia merupakan kesempurnaan ikhlas. Allah swt telah berfirman: Orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah (QS 33: 23) (alGhozali, 2006: 215)

Ketahuilah kiranya, bahwa setiap sesuatu itu tergambar bahwa dicampuri oleh yang lain. Maka apabila ia suci dari campuran dan bersih daripadanya, niscaya ia dinamakan: yang bersih (khalish), sedangkan  sesuatu dinamakan perbuatan yang suci dan bersih itu adalah ikhlas.

I.Tanda-Tanda Ikhlas

Ikhlas memiliki tanda-tanda yang nampak pada kehidupan dan perilaku orang yang ikhlas. Hal itu bisa dilihat olehnya dan orang lain sebagaimana yang dijelaskan Faishal bin Ali Ba‟dani diantaranya yang paling jelas ialah:

  1. Mengutamaka Mengharapkan ridha Allah dari pada ridha manusia

Memilih keridhaan Allah swt. atau keridhaan manusia yang mendominasi diri kita? Pilihan kita seharusnya seperti pilihan Masyithoh si tukang sisir anak Fir’aun. Ia lebih memilih keridhaan Allah daripada harus menyembah Fir’aun.

  1. Senang beramal secara sembunyi-sembunyi

Orang-orang yang ikhlas lebih serius di dalam merahasiakan amal shalih mereka dibandingkan selain mereka di dalam merahasiakan dosa. Mereka berharap akan memperoleh kebaikan tersebut di dalam hadist Sa‟ad R.a yang menyebutkan bahwa Allah mencintai seorang hamba yang bertakwa, kaya dan tersembunyi.

Hal yang seperti itu ialah petunjuk dan teladan nyata dari para salaf. Almaqdisi menulis, “orang-orang yang banyak berbuat baik tidak mencari popularitas, tidak ingin dikenal, dan tidak melakukan hal-hal yang membuat mereka terkenal. Jika hal itu terjadi lantaran dibukakan oleh Allah, sebisa mungkin mereka lari darinya. Mereka lebih memilih tidak dikenali.

  1. Batin lebih baik daripada lahir

Seorang ikhlas bukanlah menampakkan keshalihan dihadapan orang lain, lalu berbuat buruk saat ia hanya berdua dengan Allah. Seorang ikhlas ialah yang komitmen kepada dirinya sendiri. Ia selalu menginstropeksi diri seakan-akan selalu melihat Allah. Ia selalu merasa diawasi Allah saat sendirian maupun di tengah keramaian. Ia tidak pernah menolah-noleh dalam istiqomahnya. Inilah bentuk ibadah yang paling agung.

  1. Khawatir jika amalnya tertolak

Sebanyak apa pun amalan yang yang telah dikerjakan orang yang ikhlas, ia masih saja diliputi kekhawatiran besar. Ia khawatir kalau amalnya ditolak dan tidak diterima.

  1. Tidak menunggu-nunggu pujian orang lain

Ketika orang-orang yang ikhlas berbuat baik kepada sesama, ketika mereka berupaya meringankan beban dan kesedihan orang lain, mereka tidak memandang orang itu telah berhutang budi kepadanya atau merasa lebih utama dari orang tersebut. Sebab, mereka mengerjakan hal itu semata-mata karena taat kepada Allah dan ingin mendapat ridha-Nya (Al-Ba‟dani, 2008: 65).

 

Dari aspek keikhlasan dan mengikuti Rasulullah saw, manusia dibagi ke dalam empat golongan, yaitu:

  1. Orang yang ikhlas dan mutaaba’ah (mengikuti Nabi saw)

Perbuatan mereka semua karena Allah, ucapanya semua karena Allah, memberinya karena Allah, tidak memberinya karena Allah, membencinya karena Allah dan membencinya karena Allah. Dan tidaklah seseorang berinteraksi dengan sesama makhluk tanpa melibatkan Allah kecuali karena kebodohanya terhadap Allah dan manusia. Maka, jika seseorang mengenal Allah dan manusia, tentu dia lebih mementingkan interaksinya dengan Allah di atas interaksinya dengan manusia. Demikian pula dengan amal dan ibadahnya, semuanya dilakukan agar sesuai dengan perintah Allah, memperoleh cinta dan ridha-Nya. Dialah yang menguji hamba-hamba-Nya dengan hidup mati karena-Nya.

  1. Orang yang tidak Ikhlas dan tidak tidak mutaaba’ah

Amal kelompok ini tidak sesuai dengan syari‟at Allah dan tidak tulus karena Allah, seperti halnya amal orang-orang yang riya‟ dan tidak melakukan amal berdasarkan syari‟at Allah dan Rasul-Nya. Mereka inilah makhluk yang paling buruk dan sangat dibenci oleh Allah.

  1. Orang yang ikhlas tapi tidak mutaaba’ah

Mereka ini seperti ahli ibadah yang bodoh, orang-orang yang mengaku menempuh jalan zuhud dan hidup miskin, dan orang-orang yang beribadah kepada Allah tidak sesuai perintah-Nya bahkan menyakini ibadahnya tersebut merupakan bentuk taqarrub kepada Allah, sehingga orang yang berperilaku seperti ini tak ubahnya seperti orang yang menganggap siulan, tepuk tangan, berkhalwat (menyendiri) hingga meninggalkan shalat Jum‟at dan shalat jamaah, menyambung puasa sampai malam hari serta puasa dihari tidak boleh puasa, semua semuanya sebagai bentuk taqarrub.

  1. Orang yang mutaaba’ah tapi tidak ikhlas

Kelompok ini seperti ketaatan orang yang berbuat riya‟, berperang karena riya‟, ingin disebut pahlawan, dan pemberani, serta orang yang naik haji dan membaca Al-qur‟an untuk mencari prestise. Amal merka tampak seperti amal saleh, tetapi sebenarnya tidak saleh sehingga tidak diterima oleh Allah (Mahmud, 2010: 30)

 

Ada beberapa hal yang merusak keihklasan seseorang yaitu:

  1. Marah

Bahwa marah merupakan percikan api neraka. Ketika seseorang marah, berarti dirinya sedang berpihak kepada syaitan yang terkutuk.

  1. Riya

Hakikat riya‟ adalah keinginan hamba-hamba dalam ibadah kepada Allah Swt dengan tujuan sampingan untuk mendapatkan kedudukan di hati manusia. Riya‟ Jali merupakan perbuatan riya yang dapat membangkitkan seseorang untuk beramal dan larut kedalam sikap riya. Riya‟ khafi merupakan yang mengantarkan pada perasaan bangga dan senang. Seandainya tanpa diikuti ketertarikan hati agar dipandang masyarakat, niscaya rasa senang tersebut tidak muncul.

  1. Ujub

Ujub ini akan muncul karena anggapan seseorang yang merasa bahwa ia telah mencapai titik kesempurnaan, baik dalam ilmu pengetahuan maupun amal kebaikan. Jika hal tersebut ditambah dengan anggapan bahwa ia berhak atas pahala dari sisi Allah, berarti rasa ujub itu muncul karena perasaan membangga-banggakan amalan yang dilakukanya (Al-Jamal, 2008: 68).