BERLOMBA DALAM DOSA JARIYAH

Berlomba Dalam Dosa Jariyah

Oleh: Tgk. Fahmi Sofyan, MA

Tidak kita pungkiri bahwa setiap kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipat gandakan oleh Allah SWT sebagaimana yang termaktub didalam Al-qur’an pada surah albaqarah ayat 261 serta banyak hadits yang bercerita tentang hal tersebut, bahkan niat saja untuk melakukan kebaikan diperhitungkan oleh Allah SWT sebagai suatu kebaikan padahal seseorang belum melaksanakannya. Makanya didalam berda’wah, kita dituntut untuk sekedar mengajak bukan memaksa dan inilah salah satu dari misi Nabi Musa ketika di perintahkan oleh Allah SWT untuk mengajak Firaun dengan kata santun dan lemah lembut dengan tujuan agar Firaun teringat kepada Allah SWT (surah thaha:44). Begitu pulalah yang dilakukan oleh Nabi Nuh yang berda’wah selama 950 tahun yang tidak pernah bosan bosannya mengajak kaumnya untuk tidak menyembah patung walaupun pada akhirnya mereka membenci Nabi Nuh, dan Allah tidak pernah mempersoalkan tentang sedikitnya pengikut Nabi Nuh yang jumlahnya cuma 83 orang. Maka tidak ada ruginya kalau kita mengajak orang lain untuk berbuat kebaikan sebagaimana didalam Hadits Muslim 2674:

عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “من دعا إلى هدًى كان له من الأجر مثل أجور من تبعه لا ينقص ذلك من من أجورهم شيئا، ومن دعا إلى ضلالة كان عليه من الإثم مثل آثام من تبعه لا ينقص ذلك من آثامهم شيئا” (رواه مسلم)

Dari Abi Hurairah r.a Rasulullah SAW bersabda:” Barang siapa yang menunjuki/ mengarahkan orang lain untuk berbuat kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya dan tidak akan dikurangi dari pahalanya sedikitpun, dan barang siapa yang mengarahkan orang lain untuk berbuat dosa maka ia juga akan mendapatkan dosa/sangsi seperti orang yang diarahkannya tadi untuk berbuat dosa, dan tidak akan dikurangi sedikitpun dari dosa/ sangsinya” (HR.Muslim).

Didalam Hadits tersebut jelas bahwa tidak hanya amal jariyah yang pahalanya terus mengalir kepada pelakunya tetapi ada juga dosa jariyah yang mana dosa terus mengalir kepada pelakunya; seorang yang mengarahkan orang lain untuk berbuat dosa jangan pernah berpikir akan lepas begitu saja dari Allah SWT terhadap apa yang sudah ia lakukan, bahkan ia harus mempertanggung jawabkannya dihadapan Allah SWT, sebagaimana yang Allah gambarkan didalam surah Al-isra’ ayat 36 :

ولا تقف ما ليس لك به علم إن السمع والبصر والفؤاد كل أولئك كان عنه مسؤولا

Dan Janganlah kamu berbuat sesuatu yang kamu tidak ada ilmunya, karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hatimu akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT

Memberikan fatwa sembarangan yang tidak berlandaskan kepada ilmu tetapi nafsu sehingga menyesatkan orang lain termasuk juga dosa jariyah, makanya hati hatilah memberikan fatwa kepada orang lain. Seorang pendakwah juga harus hati hati dalam berbicara, kalau tidak tahu lebih baik diam saja, makanya seorang pendakwah itu dituntut untuk banyak membaca dan menfilter setiap apa yang dibaca; jangan sampai menyesatkan orang lain karena akibatnya akan kembali kepada pendakwah itu sendiri. Hadits Rasulullah yang mengatakan “sampaikanlah dari ku walau satu ayat” itu bukan berarti kita menyampaikan sesuatu menurut kehendak atau nafsu kita, karena dikhawatirkan yang kita sampaikan menyimpang atau tidak sesuai dengan Al-qur’an dan Sunnah.

Seperti halnya amal Jariyah; seseorang yang mengarahkan orang lain untuk berbuat baik  kemudian ia meninggal dunia, maka pahalanya terus mengalir kedalam kuburnya  walaupun ia sudah meninggal (Hadits dari Abi Hurairah yang diriwayatkan oleh Muslim), begitu pulalah halnya dengan dosa jariyah yang dilakukan oleh seseorang, walaupun ia sudah meninggal dunia, perbuatan yang pernah ia lakukan didunia untuk menyesatkan orang lain, memberikan fatwa tidak sesuai dengan Al-qur’an dan Sunnah, sehingga seorang individu bahkan masyarakat melaksanakan apa apa yang ia dengar Maka dosa orang yang meninggal akan terus bertambah walaupun ia tidak berbuat dosa lagi (sudah meninggal) karena dosa jariyahnya itu terus mengalir, oleh karena itu sebelum  kita meninggal dunia, tinggalkanlah hal yang baik baik, kalaupun kita pernah menyesatkan orang lain atau memberikan fatwa yang tidak benar maka dengan kerendahan hati mari kita mengajak orang yang kita sesatkan kembali kejalan Allah SWT dengan cara mengakui segala kesalahan kita didepan mereka. Begitu juga masalah fatwa yang menyesatkan, agar tidak di jalankan oleh orang lain hendaklah merobah kembali fatwa sesuai dengan tuntutan Al-qur’an dan Sunnah. Ini semua demi kemaslahatan kita sendiri.

Kita tidak menyadari; menyesatkan orang, pembenaran terhadap yang salah, fatwa yang berlandaskan nafsu sehingga bisa mendhalimi orang lain, semua itu mengarah kepada berlomba lomba untuk berbuat dosa jariyah, yang pada akhirnya perbuatan itu akan mendhalimi kita sendiri. Ketika berbicara masalah dosa,  Imam al-ghazali menggambarkan tentang seorang ahlul bid’ah dan maksiat yang sudah bertaubat, beliau menambahkan pula kalaupun dia sudah bertaubat bagaimana nasib orang orang yang sudah ia sesatkan? Puluhan, ratusan bahkan ribuan orang yang sudah ia sesatkan, maka sungguh tidak adil kalau yang bertaubat masuk kedalam surga sedangkan pengikutnya yang pernah ia sesatkan masuk kedalam neraka.