DARURAT TAUBAT

Darurat Taubat

Oleh: Tgk. Fahmi Sofyan, MA

 

Memaknai Taubat

Kita jangan menghubung-hubungkan taubat hanya dengan dosa-dosa besar saja seperti syirik, zina, sumpah palsu dan lain sebagainya, tetapi kita lupa tatkala kita jauh dari Allah dengan berbuat dosa kecil kita juga harus bertaubat. Syekh as-syanqithi didalam bukunya Al-‘aqaid as-salafiyah beliau mengatakan bahwa yang membuat seorang Hamba jauh dari Allah adalah dosanya baik itu dosa kecil maupun dosa besar.  Secara Bahasa taubat maknanya kembali, Dia bertaubat artinya ia kembali setelah berbuat dosa (Ibn Faris, Mu’jam maqayis al-lughah).  Bahkan Rasulullah memberikan contoh kepada ummatnya untuk beristiqfar dan bertaubat kepada Allah SWT, Hadits dari Abi Hurairah menyatakan bahwa beliau mendengar dari Rasulullah SAW bersabda: “Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar memohon ampunan kepada Allah setiap hari lebih dari 70 kali”(HR. Imam Bukhari), ini berarti Rasulullah masih merasa dirinya berbuat salah walaupun Beliau tidak berbuat salah karena seluruh tingkah lakunya selalu berada didalam pengawasan Allah SWT.  Karena setelah syaithan dilaknat oleh Allah, ia terus melakukan berbagai cara untuk terus menggoda manusia agar jauh dari Allah, sehingga ketika nabi Yahya bin zakariya  bertemu dengannya dan bertanya: ada berapa tipe manusia yang engkau goda? Iblis menjawab ada tiga; yang pertama tipe seperti kamu para nabi, kami akan susah sekali menggoda kalian karena kalian maksum, yang kedua adalah manusia yang menjadikan kami sebagai tuannya, dengan mudah kami jadikan mereka seperti bola yang mudah digiring kemana sahaja, yang ketiga adalah manusia yang kami giring untuk berbuat dosa kemudian setelah itu ia beristiqfar dan mohon ampun kepada Allah, maka usaha kami tadi sia-sia saja. Tetapi kami tidak pernah putus asa, sebagaimana kami melakukannya pada Adam.

Kenapa harus bertaubat?

Allah berfirman: “Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah maka ia akan diberikan petunjuk/jalan oleh Allah SWT” (Q.S at-thalaq:2), didalam tafsir al-baidhawi dijelaskan bahwa makna taqwa itu adalah tidak berbuat dosa dan kalaupun seseorang berbuat dosa maka ia akan minta ampun kepada Allah SWT. Secara tidak langsung Allah ingin mengatakan kalau mau dibukakan pintu/jalan oleh Allah maka beristiqfarlah kamu, istiqfar yang dimaksudkan oleh Allah adalah minta maaf dan mengakui segala dosa yang sudah diperbuat. Kita mungkin bertanya-tanya kenapa Allah tidak memaafkan Iblis? Tidakkah Allah bersifat Maha Pengasih lagi Maha Penyayang serta Pemberi maaf kepada siapa saja! Kenapa kepada Iblis tidak? Apa salah Iblis sehingga Allah tidak memaafkannya? Jawabannya sangat simpel sekali, karena Iblis tidak mau minta maaf dan tidak pernah mengakuinya dosanya. Karena ketika Nabi Musa ingin bermunajat kepada Allah, ditengah perjalanan ia bertemu dengan Iblis. Ketika itu Iblis berpesan kepada Nabi Musa untuk disampaikan kepada Allah kalau ia ingin bertaubat. Tatkala nabi Musa bertemu dengan Allah, Allah mengatakan kepada nabi Musa bahwa taubatnya Iblis diterima dengan satu syarat; minta maaf kepada Nabi Adam dan mengakui dosanya didepan Nabi Adam. Pesan ini disampaikan oleh Nabi Musa kepada kalau Iblis, tetapi Iblis dengan lantangnya menjawab “kenapa mesti minta maaf, apa salah saya?” maka jelas kalau dosanya Iblis tidak akan pernah dimaafkan sampai hari kiamat. Begitu pula kejadiannya dengan nabi Adam setelah dikeluarkan dari surga, kenapa taubatnya diterima oleh Allah setelah 200 tahun lamanya? (lihat kitab minhajul ‘abidin yang dikarang oleh imam al-ghazali),  itu dikarenakan Nabi Adam tidak tahu cara minta maaf dan mengakui dosanya dihadapan Allah, sehingga Allah mengajarkan Nabi Adam cara beristigfar dan mengakui dosa melalui malaikat jibril; “Kami ajarkan Adam beberapa kalimat (doa minta ampun) maka setalah itu Kami terima taubatnya” (Q.S Albaqarah: 37). Begitu pula pernyataan Allah didalam Al-qur’an yang menyatakan bahwa kalau bukan gara-gara istiqfarnya Nabi Yunus didalam perut ikan yang telah menelannya, maka ia akan selalu berada didalam perut ikan itu sampai dengan hari kiamat (Q.S As-shaafath 143-144). Inilah yang kita takutkan, kalau kita tidak pernah minta maaf dan mengakui dosa-dosa kita dihadapan Allah maka kita akan terus berada didalam dosa sampai hari kiamat.

Negeri yang Makmur

Siapa yang tidak mau negerinya makmur, penuh keberkahan serta jauh dari laknat Allah SWT,  bahkan kita selalu berburuk sangka kepada Allah SWT dengan mengeluarkan statement yang tidak pantas; kenapa Allah menurunkan bala kepada negeri kami? Kenapa Allah tidak sayang kepada kami? Kenapa bencana terjadi dimana-mana? Apakah Allah sudah membenci  kami? Padahal kami semua patuh dan taat kepada Allah! Apa pernah kita bertanya kepada diri kita sendiri; dosa apa yang sudah kita lakukan? Apakah selama ini kita sudah minta maaf  kepada Allah dan mengakui dosa-dosa kita dihadapan Allah? Jangan pernah harap negeri ini makmur kalau penduduknya terus berbuat dosa dan mereka tidak pernah minta maaf dan mengakui seluruh dosa-dosanya dihadapan Allah.

Allah tidak mengazab suatu kaum kecuali sebelumnya sudah dikirim peringatan kepada kaum tersebut, maka munculnya azab Allah itu setelah peringatan tidak digubris lagi oleh manusia.

Solusi

Mari kita semua mengkampanyekan diri dan masyarakat tentang taubat dan jangan pernah menyepelekan taubat. Taubat yang dimaksud adalah kembali kepada Allah dengan cara minta maaf atas dosa-dosa yang sudah diperbuat dan mengakui segala dosa-dosa itu dihadapanNya.  Azab Allah tidak hanya tertimpa kepada orang yang berbuat dosa saja, tetapi yang ada disekeliling mereka juga kena imbasnya, karena Allah menganggap yang diam saja ridha terhadap apa-apa yang dilakukan oleh pembuat dosa.  Hendaklah kisah Ashabut Sabt menjadi tauladan bagi kita semua, tatkala Allah menguji Bani Israil untuk tidak keluar memancing pada hari sabtu (Q.S al-A’raf:163), tetapi aturan ini dilanggar oleh sebahagian mereka. Sehingga muncullah tiga kelompok; kelompok pertama yang melanggar perintah Allah, kelompok kedua  yang hanya diam saja, kelompok ketiga yang memberikan peringatan. Maka waktu itu yang diazab oleh allah adalah kelompok pertama yang berbuat dosa dan kelompok kedua yang membiarkan orang lain berbuat dosa, sedangkan kelompok ketiga diselamatkan oleh Allah SWT. Maka hendaklah kita jadi kelompok yang ketiga, walaupun kita sudah susah payah berdakwah paling tidak kita jauh dari azab Allah SWT.