OLEH
Tgk.BUSTAMAM USMAN, SHI, MA
(Ketua Komisi B MPU Banda Aceh / Da’i Perkotaan DSI Kota Banda Aceh)
Satu tahun belakangan ini dan sekarang juga masih berlangsung, masyarakat di seluruh dunia, termasuk kita di Indonesia, sedang menghadapi wabah penyakit yang disebabkan oleh Virus Corona Covid-19. Sampai sekarang ini (tanggal 21 April 2021, ketika naskah ini ditulis), tidak kurang dari 142.677.809 juta jiwa masyarakat di dunia ini telah terinfeksi Covid-19 dan 3.042.426 lainnya meninggal dunia. Sementara di Indonesia, pada hari yang sama ada 1.609.300 orang terjangkit Covid-19 dan 43.567 orang meninggal dunia. Penularan wabah virus Covid-19 ini diprediksi amasih akan terus berlangsung dan belum ada yang memastikan kapan akan berakhir. Oleh sebab itu mari kita senantiasa berdoa kepada Allah SWT semoga wabah virus covid-19 ini segera berakhir sehingga kita bisa beraktivitas normal kembali seperti sediakala.
Peristiwa wabah penyakit seperti yang kita alami sekarang ini, dalam sejarah kehidupan manusia sebenarnya bukanlah hal yang baru. Sejarah mencatat, pada tahun 1720 telah terjadi wabah penyakit yang disebut dengan The Great Plague of Marseille ( Wabah Besar Marseille) yang membunuh kira-kira 30% penduduk di Marseille, Perancis. Penyakit ini disebarkan melalui kutu tikus yang membawa bakteri yang disebut dengan Bakteri Yersinia Pestis yang awal mula dibawa dari kapal bernama Grand Sain Antonie yang bersandar di kota pelabuhan Perancis. Pada tahun 1818 , terjadi pula wabah penyakit kolera yang pertama kali muncul di Delta Sungai Gangga di Jassore, India yang dipicu oleh beras yang terkontaminasi. Wabah ini cepat menyebar ke sebagian besar India, Myanmar dan Srilangka mengikuti rute perdagangan yang ditetapkan oleh orang Eropa. Pada tahun 1820 kolera menyebar ke negara-negara Asia lain seperti Philipina, Thailand dan Indonesia (saat itu disebut wilayah Hindia Timur Belanda). Wabah kolera ini menyebabkan kurang lebih 100 ribu orang meninggal dunia. Pandemi kolera ini baru berakhir pada musim dingin ekstrim pada tahun 1823-1824. Lebih mengejutkan lagi, pada tahun 1920 telah mewabah pula penyakit yang disebut dengan Spanish Flu ( Flu Spanyol), virus ini sangat berbahaya karena telah menyebabkan kurang lebih 500 juta jiwa terjangkiti dan menyebabkan kurang lebih 100 juta jiwa meninggal dunia.
Di masa Nabi SAW juga pernah terjadi wabah penyakit, yang salah satunya adalah penyakit Thaun. Penyakit Thaun ini tercatat dalam sebuah hadits, dimana Rasulullah bersabda : “Jika kalian mendengar penyakit Thaun mewabah di suatu daerah, maka jangan masuk ke daerah itu. Apabila kalian berada di daerah itu, jangan hengkang (lari) dari Thaun”. Selain saat zaman Nabi, penyakit Thaun juga terjadi di zaman Umar bin Khattab. Kala itu, Umar bin Kattab menahan diri memasuki negeri Syam, karena di daerah tersebut tengah terjadi wabah penyakit thaun.
Dikutip dari buku “Rahasia Sehat Ala Rasulullah SAW” karya Nabhil Thawil, penyakit Thaun ini adalah penyakit menular yang bisa menyebabkan kematian. Penyakit ini berasal dari infeksi bakteri Pasterella Pestis. Bakteri thaun ini dibawa oleh Xenopsella Cheopis (kutu anjing) yang berasal dari darah tikus. Sebab, Xenopsella Cheopis sejatnya hidup di tubuh tikus. Artinya wabah ini pertama kali terjadi pada tikus dan menyebar kepada manusia. Melalui darah tikus yang berada di kutu anjing itu tersebut menular ke manusia melalui kulit dan darah. Adapun masa inkubasi penyakit thaun ini antara dua sampai dua belas hari. Para penderitanya harus menjalani karantina dan menjalani pengobatan yang berlaku sesuai apa yang dilakukan di zaman Rasulullah maupun Umar bin khattab.
Lalu bagaimana Islam memandang musibah, baik musibah alam atau musibah non alam sebagaimana wabah penyakit atau pandemi? Dalam Islam semua yang dialami manusia berupa musibah adalah merupakan ketentuan Allah SWT untuk menguji kesabaran manusia. Dalam
Alqur’an surat Al-Baqarah (2) ayat 155 Allah SWT berfirman :
وَلَنَبۡلوَُ َّ نُكُم بَِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنقَۡصٖ مِّنَ ٱلۡأمَۡوَٰلِ وَٱلۡأنَفسُِ وَٱلثَّ مَرَٰتِۗ وَبَِّرِ َّ ٱلصٰبرِِينَ
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (QS.Al-Baqarah : 155)
Semua yang terjadi di muka bumi ini merupakan ketentuan Allah SWT untuk menunjukkan kepada kita kebesaran-Nya dan supaya kita sebagai manusia tidak merasa angkuh dan sombong karena dengan musibah itu manusia menjadi tidak ada artinya dihadapan Allah SWT. Dalam Surat Al-Hadid (57) ayat 22 Allah SWT berfirman:
مَاآ أصََابَ مِن ُّ مصِيبَةٖ فِي ٱلۡأرَۡضِ وَلاَ فِيٓ أنَفسُُِكُمۡ إِ َّ لا فِي كِتٰبَٖ مِّن قَبۡلِ أنَ َّ نبۡرَأهََاۚآ إِ َّ ن ذٰ لَِكَ َعَلىَ ٱ َّ Tِ يَسِير ٞ◌
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis di dalam kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah (QS. Al-Hadid : 22)
Sebelum masa Pandemi Covid-19 boleh jadi kebanyakan manusia merasa jumawa, semua bisa dilakukan, semua hal bisa dikendalikan dengan menggunakan teknologi hasil temuannya sendiri. Namun begitu Allah SWT menurunkan musibah berupa virus yang sangat menular dan mematikan, manusia baru sadar bahwa mereka sebenarnya tidak ada artinya dibandingkan kekuasaan dan kekuatan Allah SWT. Mungkin inilah salah satu hikmah datangnya pandemi, yaitu mengingatkan kita semua sebagai manusia bahwa kita ini makhluk yang lemah dan serba terbatas sehingga tidak sepatutnya menyombongkan diri dan melupakan dari beribadah kepada Allah SWT. Semoga pandemic ini membuat kita semua semakin rajin beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, kita diminta untuk mengambil hikmah dari musibah yang ditimpakan kepada manusia sebagaimana sabdanya:
Dari Shuhaib, ia berkata. Rasulullah SAW bersabda : Sungguh menakjubkan perkara kaum mukmin. Sesungguhnya semua perkaranya adalah kebaikan, dan itu tidak akan terjadi kecuali bagi orang yang beriman. Jika ia dianugerahi nikmat, ia bersyukur dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, maka itu juga baik baginya (HR.Muslim).
Meskipun sebagai manusia kita dianjurkan untuk menerima segala musibah itu dengan penuh ketabahan dan kesabaran, namun manusia dituntut pula untuk berusaha mencegah dan mengatasi semua bencana dan musibah yang dialami. Bila bencana itu berupa bencana non alam seperti wabah virus covid-19, maka kita dituntut untuk berikhtiar mencegah penularan dan penyebarannya seraya berupaya untuk menemukan obat untuk menyembuhkannya. Hal ini dikarenakan salah satu diantara tujuan utama syariat adalah melindungi jiwa manusia dari hal-hal yang dapat merusak dan membahayakannya. Sehingga kesabaran dalam menghadapi wabah pandemic bukan hanya ditunjukkan dengan menerima di dalam hati saja dengan pasrah tetapi juga ditunjukkan dalam kesabaran melakukan pencegahan dan menghambat penularan serta kesabaran dalam menemukan obat yang dapat menyembuhkannya. Segala macam penyakit dan bahaya sudah selayaknya dihindari. Perintah ini juga disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya :
“Dan larilah dari penyakit lepra, sebagaimana engkau lari dari kejaran singa” (HR.Bukhari).
Dalam riwayat lain, Rasulullah juga memerintahkan untuk menjauhi suatu negeri yang terdampak wabah, begitu pula sebaliknya orang yang berada di negeri yang terkena wabah itu tidak boleh keluar dari wilayahnya. Kalau istilah sekarang disebut dengan lock down atau menutup dan mengisolasi wilayah yang terkena wabah penyakit menular.
Tha’un (penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah SWT untuk menguji hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu mendengar penyakit itu menjangkiti suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari daripadanya (HR.Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian, Islam mengajarkan bagaimana cara kita sebagai seorang muslim menerima suatu musibah atau bencana yang menimpa baik bencana alam maupun bencana non alam seperti wabah covid-19. Cara yang diajarkan Islam itu adalah menerima bencana itu dengan penuh kesabaran sebagai bentuk keimanan kita atas kekuasaan Allah SWT seraya kita berusaha mengatasinya dengan mencegah penyebarannya, membantu mereka yang tertimba musibah, serta berusaha mencari solusi untuk pengobatannya. Islam mengajarkan dengan musibah atau bencana itu maka akan menjadi ladang amal yaitu dengan sikap saling menolong antar sesama muslim maupun sikap saling menolong yang melintasi agama, etnis, bahkan negara.
Wallahu Muwafiq Ila Aqwamithariq Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaratuh.