BENCANA DAN TRANSFORMASI DIRI

Oleh: Tgk. Fahmi Sofyan, MA

Adakalanya musibah diterjemahkan sebagai suatu laknat atau kehancuran dan adakalanya musibah itu diterjemahkan sebagai suatu ujian/cobaan; sebagaimana yang diceritakan didalam al-qur’an; ditenggelamkannya pembangkang-pembangkang Nabi Nuh alaihissalam, kaum Ad yang dihancurkan dengan angin badai, kaum tsamud dengan angin badai dan gempa, kaum Nabi Luth alaihissalam yang diluluh lantakkan oleh Allah SWT, Pembangkang Nabi Syuaib yang diluluh lantakkan oleh Allah SWT dan banyak lagi cerita-cerita dalam Al-qur’an yang menceritakan kaum-kaum yang dilaknat. Adakalanya bencana sebagai suatu ujian/cobaan sebagaimana yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW yang dicaci maki dan diteror oleh kaum musyrikin, yahudi dan nasrani serta Nabi-nabi yang lain salah satunya seperti Yang dialami oleh Nabi Ayyub alaihissalam yang diberikan penyakit oleh Allah SWT. Atau bisa berarti kedua-duanya; suatu laknat atau ujian/cobaan.  Laknat bagi satu kelompok dan ujian bagi kelompok yang lain, seperti Banjir yang melanda nusantara selama ini, Gempa Bumi, tanah longsor.

Dimana posisi kita sekarang? Termasuk kaum yang dilaknat atau yang sedang yang sedang mendapat ujian dari Allah SWT? Makanya Kita harus memandang setiap musibah yang datang dari dari dua sisi; yang pertama, kalau seandainya sebelum diturunkannya musibah kita orang yang jauh dari Allah, berbuat maksiat, mendhalimi orang lain serta tidak pernah mendengar perintah Allah SWT maka kita termasuk kelompok yang sedang dilaknat oleh Allah SWT, hal inilah yang diingatkan kita didalam Al-qur’an  surah al-haqqah ayat 5:

Adapun kaum Tsamud Kami hancurkan sebab mereka itu pembangkang

Di gambarkan bahwa kaum ‘Ad dihancurkan oleh Allah karena perbuatan mereka sendiri yang menantang Nabi Hud serta mereka tidak mau menyembah Allah SWT, begitu juga kaum Tsamud; mereka diluluh lantakkan karena mereka menantang Allah SWT dan Nabi Saleh padahal kaum Ad dan Tsamud sebelumnya sudah diajak secara baik-baik oleh Oleh Nabi Hud dan Saleh untuk menyembah Allah SWT. Maka azab itu akan datang apabila yang diajak tidak menggubris ajakan/da’wah bahkan berbuat maksiat.

Makanya Allah tidak mengazab suatu kaum sebelum mengutus Rasul dan mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT tapi mereka sendiri yang membangkang dan mengolok-ngolok rasulnya. Surah al-qasas ayat 59:

 “Allah tidak menghancurkan penduduk kampung sebelum mengirim utusan kekampung itu, yang mengajak mereka dengan membacakan ayat-ayat Kami, dan Kami sekali kali tidak menghancur mereka kecuali karena mereka sendiri yang berbuat dhalim”

Yang kedua; apabila sebelum diturunkan azab kita patuh dan taat kepada Allah SWT dan RasulNya, mendengar perintahNya dan meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Allah SWT, maka musibah yang datang itu berupa ujian dari Allah SWT, hal ini dilakukan karena Allah SWT tidak begitu saja percaya terhadap amal ibadah yang sudah kita lakukan, tetapi harus diuji dulu (apakah amal ibadah itu ikhlas dilakukan karena Allah atau sebaliknya):

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (al-ankabut:2)

Ujian yang datang kepada seorang mu’min untuk mengetahui mana mu’min yang sebenarnya dan mana seorang pendusta, dan hanya mu’min yang terpilihlah yang sanggup menghadapi ujian ini. Maka tidak salah kalau Allah SWT menjuluki mereka dengan orang-orang Sabar; sabar terhadap ujian dan ia tahu kalau ujian itu berasal dari Allah SWT.

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”(al-baqarah:155).

Ketahuilah, Allah tidak begitu saja percaya dengan amal ibadah yang dilakukan oleh seseorang melainkan harus diuji terlebih dahulu, makanya kita jangan pernah Bangga dengan amal ibadah yang kita lakukan. Ujian yang diberlakukan kepada orang-orang mukmin sifatnya menguji seseorang dan meluruskan agar seorang mukmin melakukan pembenahan terhadap dirinya sendiri kepada hal yang lebih baik.

“Apakah kamu mengira akan masuk kedalam surga begitu saja?, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang  yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (surah al-imram: 142).

Maka ada dua point penting dari ujian Allah SWT bagi orang-orang yang beriman; untuk mengetahui bagaimana seorang mukmin bermujahadah melawan hawa nafsunya dan bagaimana kesabaran mereka ketika menerima musibah. Oleh karena itu mari kita melakukan transformasi diri dimulai dengan mendidik kembali hati dan membersihkan hati serta membiasakan diri untuk sabar. DR yasir Burhami didalam bukunya a’maalul Qulub mengatakan bahwa sabar itu dibagi kepada tiga; yang pertama,  adalah sabar terhadap segala apa-apa yang diperintahkan oleh Allah SWT seperti shalat, puasa, zakat, Haji, Umrah dan perintah-perintah lainnya.  Yang kedua, sabar untuk tidak berbuat maksiat, adalah bersabar untuk meninggalkan segala bentuk yang dilarang oleh Allah SWT seperti mencuri, berzina dan larangan-larangan lainnya. Yang ketiga, sabar terhadap musibah yang menimpa, seperti sakit dan datangnya bencana.

Balasan dari Muhasabah diri yang dilakukan oleh seorang mukmin tidak tanggung-tanggung diberikan oleh Allah SWT, untuk mereka akan dipersiapkan surga karena mereka adalah orang-orang pilihan yang sanggup menghadapi ujian/ cobaan dan mereka bukan orang-orang munafiq yang hanya pandai bicara saja tidak berbuat. Bahkan Ibn abbas ketika beliau menyikapi surah luqman ayat 17 mengatakan bahwa hakikat iman itu ada tiga; mendirikan shalat, amar ma’ruf nahi mungkar dan bersabar terhadap musibah yang menimpa. Artinya kalau ingin menilai keimanan seseorang itu, maka nilailah dari salah satu tiga unsur diatas. Seorang yang beriman tidak terlepas dari ketiga unsur tersebut, yang pada hakikatnya semua bermuara pada sifat sabar.  Bahkan Ibadah shalat dan amar ma’ruf nahi mungkar sangat butuh kepada kesabaran.

Maka kalau kita memposisikan diri sebagai mukmin yang patuh dan taat kepada Allah SWT, ini berarti setiap musibah yang menimpa adalah sebuah ujian/ cobaan dari Allah SWT yang tidak lain hanya ingin menguji dan mengetahui sejauhmana tingkatan keimanan kita kepada Allah SWT, tetapi apabila kita pada posisi sebaliknya yaitu jauh dari Allah SWT, berbuat maksiat dan lain sebagainya maka marilah kita intropeksi diri dan mulai menjauhkan diri dari maksiat serta makin dekat dengan Allah SWT.