TRANSFORMASI KEMUNGKARAN

(Taghyiru –al Munkaraat)

Sejak tahun 2005  Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengusung tema program taghyiru al-Munkaraat (Transformasi Kemungkaraan). Tema tersebut diinternalisasikan ke dalam Rakorda MUI di lima zone I (Jawa-Lampung), II ( Sumatra minus Lampung), III (Kalimantan), IV (Sulawesi) dan V (Jatim dan Indonesia Timur) yang dilaksanakan setiap tahun. Tema tersebut disosialisasikan lagi ke dalam Rakerda MUI di setiap propinsi dan kabupaten/kota  yang dilaksanakan sepanjang tahun. Dimaksud dengan ”al-Munkaraat” adalah segala macam kejahatan dan kebejatan moral seperti perjudian, pelacuran, menkonsumsi miras dan penyalah gunaan narkoba serta produk haram lainnya, korupsi, porno aksi/pornografi, termasuk kejahatan terhadap anak dan berbagai bentuk kejahatan lainnya.Bentuk kejahatan dimaksud telah dikeluarkan fatwa haram oleh MUI. Sosialisasi dan tindak lanjut tema tersebut oleh MUI dan organisasi-organisasi Islam terutama dilakukan melalui dakwah tatap muka seperti khutbah jumat dan majelis taklim dan lain sebagainya.Akan tetapi tindak kemunkaran di Indonesia dewasa ini justru semakin marak. Kasus miras misalnya menempati angka tertinggi dibandingkan dengan narkoba dan kejahatan psiko tropika lainnya. Pelacuran dan porno aksi keberadaannya mengalami metaformosa  sebagai kegiatan hiburan. Peternakan hewan dan RPH babi merupakan bisnis yang menjanjikan karena produksinya murah dan efisien. Masyarakat baru heboh setelah ditemukan produk-produk makanan mengandung ensym babi. Secara global setelah flu babi mewabah di negara-negara Barat diperkirakan cepat atau lambat akan sampai ke Asia yang tentunya mengancam juga Indonesia. Penjualan manusia/anak (human trificking) terus berlangsung dengan cara terselubung. Pornografi terus meningkat melalui berbagai media. Demikian juga tindak kejahatan lainnya bukannya semakin  surut tetapi semakin marak kegiatannya.

Di manakan titik kelemahannya ? Sekurang-kurangnya menurut pengamatan sementara terdapat dua hal:

  1. Karena undang-undang terhadap kejahatan tersebut di atas bersifat ”restriksi” (hanya pembatasan). UU Perjudian telah lama keberadaannya. Tapi perjudian dibolehkan bila mendapat izin. UU Psiko Tropika telah lama lahir. Tapi miras boleh di hotel-hotel berbintang dan restoran- restoran besar karena digategorikan untuk tamu orang asing. Dan industri miras dengan mudah memperoleh izin untuk mengurangi impor. Penyalah-gunaan narkoba tidak terkontrol dengan baik. RPH babi dengan mudah memperoleh izin, tidak direlokasi atau tidak ditutup meski dekat dengan perkampungan umat beragama Islam.UU Pornografi sekalipun telah lahir namun sekelompok orang mengusulkan agar dibatalkan. UU mengenai produk halal masih bersifat ”suka rela”. Pada era otonomi daerah ini telah atau akan dikeluarkan perda-perda oleh Kab/kota tertentu mengenai tindak kemungkaran tersebut tapi diusulkan agar dicabut oleh pemerintah Pusat karena dilabelkan oleh mereka sebagai sebagai perda syariah.
  1. ”penegakan” (law-enforcements) sangat lemah. Tidak hanya pengawasan yang lemah tapi penegakannya juga sangat lamban. Tingkat kelemahan tersebut mencapai puncaknya ketika ditemukan  terjadinya korban tewas kunsumen miras, peredaran narkoba di lembaga-lembaga pemasyarakatn dan ”pejualan ektasi”dari belakang penegak hukum itu sendiri. Peradilan narkoba sangat lamban. Pemilik insdustri narkoba tidak mendapat hukum setimpal menurut rasa keadilan masyarakat. Dan terhadap terpidana mati sangat lamban dieksekusi dan kurang menimbulkan efek jera kepada masyarakat luas karena selalu terulang  lagi kasus yang sama. Di sisi lain penegak hukum dalam penyiaran dan media seperti KPI sering kurang diindahkan industri media.

Dalam mengevaluasi tema program transformasi kemunkaran tersebut, MUI merasa prihatin maraknya kejahatan dan kebejatan moral dewasa ini. Sekalipun MUI dan bersama organisasi-organisasi Islam  sesuai ajaran Rasulullah SAW tidak pernah frustrasi dan kapok untuk melakukan dakwah tagyiru al-munkaraat.

Pada kesempatan ini MUI mengimbau aparat penegak hukum terutama Polri dan mengajak semua pihak terutama dengan mediamasa sebagai media yang ”powerful”dalam pembentukan opini masyarakat untuk bersama-sama menangani kejahatan dan kebejatan moral masyarakat, baik preventif (pencegahan), represif (penindakan,hanya oleh polisi) dan rehabilitatif (penyembuhan).

Demikian, semoga Allah SWT selalu melindungi dan memberikan taufik dan hidayahNya kepada kita semua.

Jakarta, 7 Mei 2009

Dewan Pimpinan

Majelis Ulama Indonesia

K e t u a,                                                                                Sekretaris Umum,

Drs. H. AMIDHAN Drs. H.M. ICHWAN SAM


http://www.mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=54:transformasi-kemungkaran&catid=37:press-realease&Itemid=57

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*