Abu Bakar ash-Shiddiq -Rodhiallahu ‘anhu (Wafat 13H)

Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amru bin Ka`ab bin Sa`ad bin Taim bin Murrah bin Ka`ab bin Lu`ai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasy at-Taimi – radhiyallahu`anhu. Bertemu nasabnya dengan Nabi pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Abu Bakar adalah shahabat Rasulullah – shalallahu`alaihi was salam – yang telah menemani Rasulullah sejak awal diutusnya beliau sebagai Rasul, beliau termasuk orang yang awal masuk Islam. Abu Bakar memiliki julukan “ash-Shiddiq” dan “Atiq”.

Ada yang berkata bahwa Abu Bakar dijuluki “ash-Shiddiq” karena ketika terjadi peristiwa isra` mi`raj, orang-orang mendustakan kejadian tersebut, sedangkan Abu Bakar langsung membenarkan.

Allah telah mempersaksikan persahabatan Rasulullah dengan Abu Bakar dalam Al-Qur`an, yaitu dalam firman-Nya : “…sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada sahabatnya: `Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita’.” (QS at-Taubah : 40)


`Aisyah, Abu Sa’id dan Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat ini mengatakan : “Abu Bakar-lah yang mengiringi Nabi dalam gua tersebut.
Allah juga berfirman : “Dan orang yang membawa kebenaran dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (az-Zumar : 33)

Al-Imam adz-Dzahabi setelah membawakan ayat ini dalam kitabnya al-Kabaa`ir, beliau meriwayatkan bahwa Ja`far Shadiq berujar :”Tidak ada perselisihan lagi bahwa orang yang datang dengan membawa kebenaran adalah Rasulullah, sedangkan yang membenarkannya adalah Abu Bakar. Masih adakah keistimeaan yang melebihi keistimeaannya di tengah-tengah para Shahabat?”

Dari Amru bin al-Ash radhiyallahu`anhu, bahwaRasulullah mengutusnya atas pasukan Dzatus Salasil : “Aku lalu mendatangi beliau dan bertanya “Siapa manusia yang paling engkau cintai?” beliau bersabda :”Aisyah” aku berkata : “kalau dari lelaki?” beliau menjawab : “ayahnya (Abu Bakar)” aku berkata : “lalu siapa?” beliau menjawab: “Umar” lalu menyebutkan beberapa orang lelaki.” (HR.Bukhari dan Muslim)

“Sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai kekasih-Nya, sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Dan kalau saja aku mengambil dari umatku sebagai kekasih, akan aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasih.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Sa`id radhiyallahu`anhu, bahwa Rasulullah duduk di mimbar, lalu bersabda :”Sesungguhnya ada seorang hamba yang diberi pilihan oleh Allah, antara diberi kemewahan dunia dengan apa yang di sisi-Nya. Maka hamba itu memilih apa yang di sisi-Nya” lalu Abu bakar menangis dan menangis, lalu berkata :”ayah dan ibu kami sebagai tebusanmu” Abu Sa`id berkata : “yang dimaksud hamba tersebut adalah Rasulullah, dan Abu Bakar adalah orang yang paling tahu diantara kami” Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling banyak memberikan perlindungan kepadaku dengan harta dan persahabatannya adalah Abu Bakar. Andaikan aku boleh mengambil seorang kekasih (dalam riwayat lain ada tambahan : “selain rabb-ku”), niscaya aku akan mengambil Abu Bakar sebagai kekasihku. Tetapi ini adalah persaudaraan dalam Islam. Tidak ada di dalam masjid sebuah pintu kecuali telah ditutup, melainkan hanya pintu Abu Bakar saja (yang masih terbuka).”(HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah telah mengutusku kepada kalian semua. Namun kalian malah berkata `kamu adalah pendusta’. Sedangkan Abu Bakar membenarkan (ajaranku). Dia telah membantuku dengan jiwa dan hartanya. Apakah kalian akan meninggalkan aku (dengan meninggalkan) shahabatku?” Rasulullah mengucapkan kalimat itu 2 kali. Sejak itu Abu bakar tidak pernah disakiti (oleh seorangpun dari kaum muslimin).(HR. Bukhari)

Masa Kekhalifahan

Dalam riwayat al-Bukhari diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu`anha, bahwa ketika Rasulullah wafat, Abu Bakar datang dengan menunggang kuda dari rumah beliau yang berada di daerah Sunh. Beliau turun dari hewan tunggangannya itu kemudian masuk ke masjid. Beliau tidak mengajak seorang pun untuk berbicara sampai akhirnya masuk ke dalam rumah Aisyah. Abu Bakar menyingkap wajah Rasulullah yang ditutupi dengan kain kemudian mengecup keningnya. Abu Bakar pun menangis kemudian berkata : “demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, Allah tidak akan menghimpun dua kematian pada dirimu. Adapun kematian yang telah ditetapkan pada dirimu, berarti engkau memang sudah meninggal.”Kemudian Abu Bakar keluar dan Umar sedang berbicara dihadapan orang-orang. Maka Abu Bakar berkata : “duduklah wahai Umar!” Namun Umar enggan untuk duduk. Maka orang-orang menghampiri Abu Bakar dan meninggalkan Umar. Abu Bakar berkata : “Amma bad`du, barang siapa diantara kalian ada yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah mati. Kalau kalian menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati.

Allah telah berfirman :
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS Ali Imran : 144)

Ibnu Abbas radhiyallahu`anhuma berkata : “demi Allah, seakan-akan orang-orang tidak mengetahui bahwa Allah telah menurunkan ayat ini sampai Abu Bakar membacakannya. Maka semua orang menerima ayat Al-Qur`an itu, tak seorangpun diantara mereka yang mendengarnya melainkan melantunkannya.”
Sa`id bin Musayyab rahimahullah berkata : bahwa Umar ketika itu berkata : “Demi Allah, sepertinya aku baru mendengar ayat itu ketika dibaca oleh Abu Bakar, sampai-sampai aku tak kuasa mengangkat kedua kakiku, hingga aku tertunduk ke tanah ketika aku mendengar Abu Bakar membacanya. Kini aku sudah tahu bahwa nabi memang sudah meninggal.”
Dalam riwayat al-Bukhari lainnya, Umar berkata : “maka orang-orang menabahkan hati mereka sambil tetap mengucurkan air mata. Lalu orang-orang Anshor berkumpul di sekitar Sa`ad bin Ubadah yang berada di Saqifah Bani Sa`idah” mereka berkata : “Dari kalangan kami (Anshor) ada pemimpin, demikian pula dari kalangan kalian!” maka Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah bin al-Jarroh mendekati mereka. Umar mulai bicara, namun segera dihentikan Abu Bakar. Dalam hal ini Umar berkata : “Demi Allah, yang kuinginkan sebenarnya hanyalah mengungkapkan hal yang menurutku sangat bagus. Aku khawatir Abu Bakar tidak menyampaikannya” Kemudian Abu Bakar bicara, ternyata dia orang yang terfasih dalam ucapannya, beliau berkata : “Kami adalah pemimpin, sedangkan kalian adalah para menteri.” Habbab bin al-Mundzir menanggapi : “Tidak, demi Allah kami tidak akan melakukannya, dari kami ada pemimpin dan dari kalian juga ada pemimpin.” Abu Bakar menjawab : “Tidak, kami adalah pemimpin, sedangkan kalian adalah para menteri. Mereka (kaum Muhajirin) adalah suku Arab yang paling adil, yang paling mulia dan paling baik nasabnya. Maka baiatlah Umar atau Abu Ubaidah bin al-Jarroh.”Maka Umar menyela : “Bahkan kami akan membai`atmu. Engkau adalah sayyid kami, orang yang terbaik diantara kami dan paling dicintai Rasulullah.” Umar lalu memegang tangan Abu Bakar dan membai`atnya yang kemudian diikuti oleh orang banyak. Lalu ada seorang yang berkata : “kalian telah membunuh (hak khalifah) Sa`ad (bin Ubadah).” Maka Umar berkata : “Allah yang telah membunuhnya.” (Riwayat Bukhari)

Demikianlah setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, kaum Muslimin yang mengadakan pertemuan di Saqifah Bani Sa’idahmembicarakan siapakah sepatutnya yang menggantikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memimpin kaum Muslimin dan mengurusi persoalan umat. Setelah diskusi, pembahasan, dan pengajuan sejumlah usulan, tercapailah kesepakatan bulat khalifah Rasulullah pertama setelah kematian beliau adalah orang yang pernah menjadi khalifah (pengganti) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengimami kaum Muslimin pada saat beliau sakit. Itulah ash-Shiddiq sahabat beliau yang terbesar dan pendamping beliau di dalam gua, Abu Bakar Rodhiyallahu ‘anhu.

Ali Rodhiyallahu ‘anhu tidak pernah menentang kesepakatan tersebut. Keterlambatan baiat Ali kepada Abu Bakar1 karena urusan yang berkaitan dengan perbedaan pendapat yang terjadi antara Abu Bakar Rodhiyallahu ‘anhu dan Fathimah Rodhiyallahu ‘anha mengenai masalah warisan Fathimah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hal-Hal Penting Yang Dilakukan Abu Bakar Selama Menjadi Khalifah
Pertama, memberangkatkan pasukan Usamah.
Setelah resmi menjadi khalifah, Abu Bakar segera memberangkatkan pasukan Usamah. Pasukan itu tertahan setelah sampai di sebuah tempat dekat Madinah bernama Dzu Khasyab, tempat ketika Usamah mendapat berita tentang sakitnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Bakar tidak mempedulikan pendapat-pendapat yang mendesak agar pasukan Usamah dibekukan mengingat tersebar luasnya kemurtadan di sebagian barisan. Sebagaimana juga beliau tidak memedulikan pendapat-pendapat yang menghendaki penggantian Usamah dengan orang lain.

Abu Bakar ash-Shiddiq Rodhiyallahu ‘anhu berangkat mengantarkan pasukan yang dipimpin Usamah dengan berjalan kaki. Ketika Usamah bermaksud turun dari kendaraannya agar dinaiki oleh Abu Bakar, ia berkata kepada Usamah,”Demi Allah, engkau tidak perlu turun’ dan aku tidak usah naik.”

Selanjutnya Abu Bakar menyampaikan wasiat kepada pasukan untuk tidak berkhianat, tidak menipu, tidak melampaui batas, tidak mencincang musuh, tidak membunuh anak-anak atau wanita atau orang lanjut usia, tidak memotong kambing atau unta kecuali untuk dimakan.
Di antara wasiat yang disampaikan Abu Bakar kepada mereka ialah;
“Jika kalian melewati suatu kaum yang secara khusus melakukan ibadah di biara-biara, biarkanlah mereka dan apa yang mereka sembah.”

Kemudian secara khusus, Abu Bakar berkata kepada Usamah,
Jika engkau berkenan, kuusulkan agar engkau mengizinkan. Umar untuk tinggal bersamaku sehingga aku dapat meminta pandangannya dalam menghadapi persoalan kaum Muslimin.”

Usamah menjawab, “Urusannya terpulang kepadamu.”
Usamah kemudian bergerak bersama pasukannya. Setiap kali melewati suatu kabilah yang para warganya banyak melakukan kemurtadan, Usamah berhasil mengembalikannya lagi (kepada Islam). Orang-orang murtad itu merasa gentar karena mereka yakin seandainya kaum Muslimin tidak dalam posisi yang amat kuat, niscaya mereka tidak akan keluar sekarang ini dan dengan pasukan seperti ini untuk menghadapi orang-orang Romawi. Sesampainya di negeri (jajahan) Romawi, tempat di mana ayahnya terbunuh, Usamah beserta pasukannya menyerbu mereka hingga Allah memberikan kemenangan. Mereka kemudian kembali dengan membawa kemenangan.2

Kedua, memberangkatkan pasukan untuk memerangi orang-orang yang murtad dan tidak mau membayar zakat. Pasukan ini dibaginya menjadi sepuluh panji; masing-masing pemegang panji diperintahkan untuk menuju ke suatu daerah. Sementara itu, Abu Bakar sendiri telah siap berangkat memimpin satu pasukan ke Dzil Qishshah, tetapi Ali Rodhiyallahu ‘anhu berkeras untuk mencegah seraya berkata,

“Wahai Khalifah Rasulullah, kuingatkan kepadamu apa yang pernah dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Perang Uhud, ‘Sarungkanlah pedangmu dan senangkanlah kami dengan dirimu.’ Demi Allah, jika kaum Muslimin mengalami musibah karena kematianmu, niscaya mereka tidak akan memiliki eksistensi sepeninggalanmu.”

Abu Bakar kemudian kembali dan menyerahkan panji tersebut kepada yang lain.3

Allah memberikan dukungan kepada kaum Muslimin dalam pertempuran ini sehingga berhasil menumpas kemurtadan, memantapkan Islam di segenap penjuru Jazirah, dan memaksa semua kabilah untuk membayar zakat.

Ketiga, memberangkatkan pasukan Khalid bin Walid ke Irak bersama Mutsni bin Haritsah asy-Syaibani yang kemudian berhasil menaklukkan banyak negeri dan kembali dengan membawa kemenangan dan barang rampasan.

Keempat, Abu Bakar memberikan gagasan dan memprakarsai penyerangan negeri-negeri Romawi. Setelah para sahabat dikumpulkan dan dimintai pendapat mereka tentang gagasan ini, akhirnya mereka menyetujuinya. Abu Bakar lalu menoleh ke arah Ali seraya bertanya, “Bagaimana pendapatmu, wahai Abul Hasan?” Ali Radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Aku melihat engkau senantiasa memperoleh keberkahan, keunggulan, dan pertolongan-insya Allah.” Mendengar jawaban ini, Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu merasa sangat gembira dan Allah pun melapangkan dadanya untuk melaksanakan gagasan tersebut.

Abu Bakar kemudian mengumpulkan orang-orang dan menyampaikan khotbahnya kepada mereka. Dalam khotbahnya, ia memobilisasi masyarakat untuk berangkat jihad. Beliau juga menulis sejumlah surat pada para gubernurnya, memerintahkan mereka agar hadir. Setelah berkumpul sejumlah komandan, Abu Bakar memerintahkan mereka agar berangkat ke Syam, pasukan demi pasukan.

Abu Bakar Rodhiyallahu ‘anhu menunjuk Abu Ubaidah Rodhiyallahu ‘anhu untuk mengepalai amir pasukan. Setiap kali seorang amir berangkat, beliau melepasnya dan memberikan wasiat agar bertaqwa kepada Allah, menjaga persahabatan dengan baik, selalu menjaga shalat berjamaah pada waktunya. Beliau berpesan agar masing-masing orang memperbaiki dirinya sehingga Allah menjadikan orang lain berbuat baik kepadanya, menghormati para utusan musuh yang datang kepada mereka, mempersingkat keberadaan para utusan musuh tersebut di tengah-tengah mereka agar tidak mengetahui keadaan dan kondisi pasukan kaum Muslimin.

Setelah kaum Muslimin berangkat menuju negeri-negeri Romawi dan tiba di Yarmuk, mereka mengirim berita kepada Abu Bakar bahwa pasukan Romawi berjumlah sangat besar. Abu Bakar kemudian menulis surat kepada Khalid bin Walid di Irak, memerintahkan agar berangkat menuju Syam dengan membawa separuh pasukan yang bertugas di Irak untuk membantu pasukan Abu Ubaidah dan menunjuk Mutsni bin Haritsah sebagai gantinya untuk memimpin separuh pasukan yang ada di Irak. Kepada Khalid bin Walid, Abu Bakar juga memerintahkan agar memimpin pasukan di Syam setibanya di negeri tersebut.

Khalid bin Walid kemudian berangkat dan bergabung dengan kaum Muslimin di Syam. Kepada Abu Ubaidah, Khalid bin Walid menulis surat yang isinya,
“Amma ba’du. Sesungguhnya, aku memohon kepada Allah agar melimpahkan keamanan kepada diriku dan dirimu pada saat menghadapi ketakutan dan memberikan perlindungan di dunia dari segala keburukan. Baru saja aku menerima surat dari Khalifah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memerintahkan aku agar bergerak menuju Syam dan memimpin pasukannya. Demi Allah, aku tidak pernah meminta hal tersebut dan aku tidak menginginkannya. Tetaplah engkau pada posisimu sebagaimana sediakala; kami tidak akan menolak (perintah) mu, tidak akan menentangmu, dan tidak akan memutuskan perkara tanpa kehadiran dirimu …. “

Setelah membaca surat Khalid bin Walid, Abu Ubaidah berkata, “Semoga Allah melimpahkan keberkahan atas keputusan Khalifah Rasulullah dan mendukung apa yang dilakukan oleh Khalid.”

Sebelumnya, Abu Bakar Rodhiyallahu ‘anhu telah menulis surat kepada Abu Ubaidah yang isinya menyatakan,
“Amma ba’du. Sesungguhnya, aku telah mengangkat Khalid untuk memerangi musuh di Syam. Karena itu, janganlah engkau menentangnya. Dengar dan taatilah dia! Wahai saudaraku, sesungguhnya aku mengutusnya kepadamu bukan karena dia lebih baik darimu, melainkan hanya karena aku berkeyakinan bahwa dia memiliki kecerdikan dalam berperang di tempat yang sangat kritis ini. Semoga Allah menghendaki kebaikan bagi kami dan kamu. Wassalam …. “

Akhirnya terjadilah beberapa kali pertempuran sengit antara kaum Muslimin dan orang-orang Romawi yang akhirnya dimenangkan oleh kaum Muslimin. Orang-orang Romawi yang terbunuh tidak terhitung banyaknya, sebagaimana jumlah mereka yang ditawan.

Di tengah berkecamuknya pertempuran ini, Khalid bin Walid mendapat surat yang memberitahukan bahwa Abu Bakar telah wafat dan digantikan oleh Umar Rodhiyallahu ‘anhu. Surat itu juga menyatakan pemecatan Khalid bin Walid sebagai komandan pasukan dan diganti (kembali) oleh Abu Ubaidah. Berita ini oleh Khalid dirahasiakan agar tidak terjadi keguncangan di kalangan barisan kaum Muslimin. Ketika Abu Ubaidah menerima berita tersebut, ia juga merahasiakannya karena pertimbangan yang sama.4

Abu Bakar Wafat

Menurut para `ulama ahli sejarah Abu Bakar meninggal dunia pada malam selasa, tepatnya antara waktu maghrib dan isya pada tanggal 8 Jumadil awal 13 H,  (dalam riwayat lain  tanggal 23 Jumadil Akhir)  Usia beliau ketika meninggal dunia adalah 63 tahun. Beliau berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh Asma` binti Umais, istri beliau. Kemudian beliau dimakamkan rumah Aisyah Rodhiyallahu ‘anha di samping makam Rasulullah. Umar mensholati jenazahnya diantara makam Nabi dan mimbar (ar-Raudhah). Sedangkan yang turun langsung ke dalam liang lahat adalah putranya yang bernama Abdurrahman (bin Abi Bakar), Umar, Utsman, dan Thalhah bin Ubaidillah

Wasiatnya Tentang Khalifah ‘Umar
Menjelang wafatnya, Abu Bakar meminta pendapat sejumlah sahabat generasi pertama yang tergolong ahli syura. Mereka seluruhnya sepakat untuk mewasiatkan khalifah sesudahnya kepada Umar ibnul Khaththab Rodhiyallahu ‘anhu.

Dengan demikian, Abu Bakar merupakan orang yang pertama mewasiatkan khalifah sepeninggalnya kepada orang yang sudah ditunjuk dan mengangkat khalifah berdasarkan wasiat tersebut.

Barangkali ada baiknya kami kemukakan penjelasan tentang rincian hal tersebut.

Ath-Thabari, Ibnu Jauzi, dan Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Abu Bakar Rodhiyallahu ‘anhu khawatir kaum Muslimin berselisih pendapat sepeninggal beliau kemudian tidak memperoleh kata sepakat. Karenanya, ia mengajak mereka-ketika sakitnya semakin berat- agar mencari seorang khalifah bagi mereka sepeninggalnya.

Kaum Muslimin belum mendapatkan kesepakatan tentang siapa yang akan menggantikan Abu Bakar dalam masa yang singkat tersebut. Mereka kemudian mengembalikan masalah tersebut kepada Abu Bakar seraya berkata, “Terserah kepada pendapatmu saja.” Saat itulah, Abu Bakar mulai meminta pendapat dari para tokoh sahabat masing-masing secara terpisah. Ketika Abu Bakar Rodhiyallahu ‘anhu mengetahui kesepakatan mereka tentang kelayakan dan keutamaan Umar Rodhiyallahu ‘anhu, ia pun keluar menemui orang banyak seraya memberitahukan bahwa ia telah mengerahkan segenap usaha untuk memilih siapakah orang yang paling layak dan tepat menggantikannya. Kepada khalayak. Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu meminta agar mereka menunjuk Umar Rodhiyallahu ‘anhu sebagai khalifah sepeninggalnya. Mereka semua menjawab, “Kami dengar dan kami taat.”5

Atas dasar apa Umar menjadi khalifah? Mungkin ada yang menyangka bahwa cara pengangkatan khalifah tersebut sama dengan pemilihan calon tunggal dan jauh dari suara yang seharusnya dilakukan oleh Ahlul Halli wal-’Aqdi di kalangan kaum Muslimin.

Jika kita perhatikan secara saksama, sebenarnya hal tersebut didasarkan kepada syura Ahlul Halli Wal-’Aqdi sebab Abu Bakar tidak meminta kepada mereka agar menunjuk Umar kecuali telah meminta pendapat para tokoh sahabat yang kemudian secara bulat menyepakati dan merekomendasikan Umar. Sekalipun demikian, pengangkatan Abu Bakar terhadap Umar tersebut belum bisa dilaksanakan dan dikukuhkan kecuali setelah ia berkhotbah di hadapan para sahabat dan meminta kepada mereka untuk mendengar dan menaati Umar. Mereka semua lalu menjawab,”Kami mendengar, kami taat.” Juga setelah kaum Muslimin bersepakat sepeninggalnya atas kebenaran tindakan Abu Bakar dan keabsahan proses penggantian (suksesi) tersebut. Demikianlah dalil dari ijma (kesepakatan) atas terlaksananya imamah melalui istikhlaf (penunjukan orang tertentu) dan ‘ahd (wasiat) dengan memperhatikan syarat-syarat yang syar’i dan mu’tabarah.6

Surat Wasiat (Kitabul ‘Ahdi) Kepada Umar
Setelah mengetahui kesepakatan semua orang atas penunjukan Umar sebagai pengganti, Abu Bakar memanggil Utsman bin Affan dan membacakan surat berikut ini kepadanya.

Bismillahirrahmanirrahim. Berikut ini adalah wasiat Abu Bakar, Khalifah Rasulullah, pada akhir kehidupannya di dunia dan awal kehidupannya di akhirat, di mana orang kafir akan beriman dan orang fajir akan yakin. Sesungguhnya. aku telah mengangkat Umar ibnul Khaththab untuk memimpin kalian. Jika dia bersabar dan berlaku adil. itulah yang kuketahui tentang dia dan pendapatku tentang dirinya. Ketika dia menyimpang dan berubah, aku tidak mengetahui hal yang ghaib. Kebaikanlah yang aku inginkan bagi setiap apa yang telah diupayakan. Orang-orang yang zhalim akan mengetahui apa nasib yang akan ditemuinya.”

Abu Bakar menstempelnya. Surat wasiat ini lalu dibawa keluar oleh Utsman untuk dibacakan kepada khalayak ramai. Mereka pun membaiat Umar ibnul Khaththab. Peristiwa ini berlangsung pada bulan Jumadil Akhir tahun ke-13 Hijriah.

Beberapa ‘Ibrah
Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar Rodhiyallahu ‘anhu tersebut menunjukkan sejumlah hal dan prinsip, di antaranya.

Pertama, Khilafah Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu berlangsung melalui syura. Semua Ahlul Halli wal-’Aqdi dari kalangan sahabat termasuk di dalamnya Ali Radhiyallahu ‘anhu ikut serta dalam pengambilan keputusan ini. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada satu pun nash al-Qur’an atau Sunnah yang menegaskan hak khalifah kepada seseorang sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seandainya ada nash yang menegaskannya, niscaya tidak akan ada syura untuk menentukannya dan para sahabat tidak akan berani melangkahi apa yang ditegaskan oleh nash tersebut.

Kedua, perbedaan pendapat yang terjadi di Saqifah bani Sa’idah antar para tokoh sahabat, dalam rangka memusyawarahkan pemilihan khalifah, merupakan hal lumrah yang menjadi tuntutan pembahasan suatu permasalahan. Hal ini bahkan menjadi bukti nyata atas perlindungan Pembuat syariat (Allah) terhadap beraneka pendapat dan pandangan dari segala bentuk pelarangan dan pembatasan, selama menyangkut masalah yang tidak dinyatakan secara tegas dan gamblang oleh nash. Jalan untuk mencapai kebenaran tentang setiap masalah yang didiamkan oleh Pembuat syariat ialah dengan mengemukakan berbagai pandangan dan membahas semuanya dengan objektif, bebas, dan jujur.

Musibah yang dihadapi kaum Muslimin saat itu sangat besar dan persoalannya pun sangat pelik. Seandainya para sahabat tidak menemukan satu pilihan (calon tunggal) yang ditawarkan untuk divoting kemudian disepakati, niscaya hal tersebut merupakan syura palsu dan kesepakatan yang dipaksakan dari luar.

Sungguh aneh perilaku orang-orang yang menuntut syura dalam Islam dan menuduhnya dictatorship, sehingga ketika menyaksikan praktik-praktik yang sebenarnya, dengan serta merta mereka menuduhnya (karena bodoh atau pura-pura bodoh) sebagai perpecahan dan pertentangan. Bagaimana kiranya konsepsi dan bentuk syura dalam benak mereka? Bagaimanakah seharusnya syura itu dipraktikkan?

Ketiga. Nasihat Ali Radhiyallahu ‘anhu kepada Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu agar tidak ikut terjun memerangi kaum murtad. Ali mengkhawatirkan kaum Muslimin jika beliau terbunuh. Hal ini menjadi bukti nyata atas kecintaan Ali Radhiyallahu ‘anhu yang sangat mendalam terhadap Abu Bakar. Merupakan bukti nyata pula bahwa Ali telah sepenuhnya menerima Khalifah Abu Bakar dan kelayakannya untuk memimpin kaum Muslimin. Sebagaimana hal ini juga menunjukkan tingkat kerja sama dan keikhlasan antara keduanya.

Adapun pendapat yang dikatakan orang tentang keterlambatan Ali dalam membaiat Abu Bakar dan betapapun perbedaan tentang seberapa lama keterlambatan pembaitan tersebut, yang jelas bahwa hal tersebut tidak bertentangan dengan hakikat ini dan tidak pula merusaknya.

Seperti diketahui bahwa keterlambatan baiat Ali hanyalah karena pertimbangan sambung rasa musayarah atau mujamalah (basa-basi) terhadap perasaan Fathimah Radhiyallahu ‘anha yang begitu yakin dengan ijtihadnya bahwa dirinya berhak mewarisi dari ayahnnya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana setiap anak wanita mewarisi dari bapaknya. Keterlambatan ini bukan karena kedengkian atau ketidaksetujuan yang disembunyikan oleh Ali terhadapAbu Bakar. Mungkinkah orang yang menyimpan kebencian kepada seseorang akan dapat menampilkan sikap yang penuh dengan rasa cinta, kerja sama dan ghirah ini?

Keempat, setiap Muslim yang merenungkan sikap yang diambil oleh Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu terhadap kabilah-kabilah yang murtad dan tekad yang begitu kuat untuk memerangi kabilah-kabilah tersebut sehingga berhasil meyakinkan semua sahabat yang pada mulanya tidak bersedia melakukannya, niscaya akan meyakini adanya hikmah Allah yang telah mengangkat orang yang sesuai dan untuk menghadapi tugas yang sesuai pula. Siapa pun di antara kita hampir tidak dapat membayangkan bahwa di kalangan sahabat ada orang yang lebih patut dari Abu Bakar untuk menghentikan badai (kemurtadan) tersebut dan mengembalikannya ke pangkuan Islam.

Umar yang terkenal tegar dan kuat di kalangan para sahabat itu menjadi lemah tekadnya dan surut ketegarannya menghadapi badai ini. Adakah orang yang telah menyaksikan hikmah Ilahi yang mengagumkan ini masih ingin mengecam sejarah dan para pelakunya?

Kelima, mungkin ada yang mengira bahwa semata-mata wasiat (‘ahd) dan penunjukan ganti (istikhlaf) dapat dinilai sebagai salah satu cara pengukuhan imamah dan pemerintahan, dengan dalil tindakan Abu Bakar yang telah mewasiatkan khalifah kepada Umar.

Akan tetapi, permasalahan yang sebenarnya tidaklah demikian.
Pengukuhan imamah tidak dapat diakui sah kecuali setelah mengemukakan kepada kaum Muslimin kemudian pernyataan ridha dari kaum Muslimin terhadap imamah yang telah diwasiatkan tersebut. Jadi, ditetapkannya imamah hanyalah dengan keridhaan tersebut. Yakni, seandainya Abu Bakar mewasiatkan khalifah kepada Umar, tetapi kaum Muslimin tidak meridhainya, wasiat tersebut tidak ada nilainya.

Dari sini, kita mengetahui, sebagaimana telah kami sebutkan terdahulu, bahwa khilafah Umar berlangsung berdasarkan masyurah dhimniyah (syura tidak langsung/implisit) yang termasuk ke dalam kesepakatan sahabat dalam menyetujui orang yang dipilih Abu Bakar untuk mereka.

1) Lihat al-Bidayah wan-Nihayah, Ibnu Katsir, 6/301
2) Ringkasan dari al-Bidayah wan-Nihayah. 6/304 dan sesudahnya.
3) Diriwayatkan oleh Ibnu Katsir di dalam al-Bidayah wan-Nihayah dari hadits Abdullah bin Umar dan Aisyah.
4) Ringkasan dari Thabari, 3/343, al-Bidayah wan-Nihayah. Ibnu Katsir. 6/343. dan Tarikhul Khulafa’. as• Suyuti, him. 67.
5) Lihat Tarikh Thabari, 3/428 dan Sirah Umar ibnul Khaththab, Ibnul jauzi hlm.36
6) Al-Bidayah wan-Nihayah, Ibnu Katsir, 7/18

http://ibnumajjah.wordpress.com/

http://kasmui.blog.com/2010/01/03/khalifah-abu-bakar-ash-shiddiq-rodhiallahu-%E2%80%98anhu/

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*