UPAYA MENJADIKAN PROFESI PNS SEBAGAI AMAL IBADAH

Oleh : DRS. TGK.H.A. KARIM SYEIKH, MA*

Terjebak Dalam Rutinitas

Hampir semua orang, termasuk PNS dan juga kita sendiri sering terjebak dalam kesibukan rutinitas yang tidak mengenal batas akhir. Setiap PNS muslim ketika mereka mendengar suara adzan shubuh berkumandang mereka segera bangun dari tempat tidurnya, menyucikan diri di kamar mandi, melaksanakan shalat shubuh berjama’ah di mesjid atau mushalla, lalu berdzikir dan berdoa, pulang lagi ke rumah, berolah raga, membaca koran, mandi, sarapan pagi, mengantar anak ke sekolah, mengantar isteri ke tempat kerja dan kemudian barulah mereka pergi ke tempat kerja masing-masing.

Kadang-kadang ada pula di antara mereka  karena waktu pagi dirasakan sangat singkat, tambah lagi kepadatan kenderaan yang telah menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas di mana-mana, maka kesempatan sarapan pagi pun sering mereka lakukan di warung-warung yang berdekatan dengan tempat kerja mereka.

Ketika mereka tiba di tempat kerjanya, yang pertama sekali mereka lakukan adalah menandatangani absen hadir atau menekan tombol kontrol kehadiran, dan setelah itu ada yang langsung menuju ke meja kerjanya, ada juga yang ngobrol dulu dengan teman-temannya, dan ada pula yang pamit tanpa izin.

Jam kerja yang telah ditentukan secara baku bagi setiap PNS, ada yang memanfaatkannya secara maksimal dengan penuh tanggung jawab, dan ada pula yang menempatkan sebagai pekerjaan sambilan yang mereka yakini bahwa penghasilannya sebagai PNS akan diperoleh dalam jumlah yang sudah pasti, walaupun mereka kurang enerjik dalam bekerja, dan kinerjanya kurang berprestasi namun sang atasan dalam anggapannya tidak ada yang berani menahan gaji dan tidak ada yang dianggap berani memberi sanksi kepada mereka.

Ketika pulang ke rumah, mereka berhadapan lagi dengan berbagai macam pekerjaan rumah tangga, seperti mengurus anak-anak, melayani isteri/suami, menata dan membersihkan rumah, merawat kendaraan, terlibat dalam kegiatan-kegiatan keluarga, kegiatan-kegiatan sosial dan berbagai macam kegiatan lain yang seakan-akan tidak cukup waktu untuk diselesaikannya.

Rutinitas dan kesibukan seperti itulah yang selalu kita lakukan berulangkali dari hari ke hari, dari minggu ke minggu, dari bulan ke bulan dan dari tahun ke tahun sampai kita pensiun, atau kita meninggal dunia. Tanpa kita sadari rutinitas dan kesibukan yang tidak berkesudahan yang seperti itu telah menjadikan kita bagaikan robot-robot yang telah diprogramkan oleh pemiliknya. Lalu, apakah kita memuaskan diri terbelenggu dalam rutinitas tanpa makna dan tidak mendapat manfaat dalam jangka panjang sampai ke alam keabadian yang kekal selama-lamanya ?

Dalam hal ini, salah satu jalan agar kita tidak menjadi robot-robot yang terjebak dalam rutinitas setiap hari, setiap bulan, dan dari tahun ke tahun adalah dengan menjadikan profesi kita sebagai PNS sebagai amal ibadah dalam rangka memperhambakan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.

Upaya Memberi Makna Hidup Rutinitas

Diantara tanda-tanda berakhirnya waktu malam yang gelap gulita dan digantikan oleh waktu siang yang terang menderang adalah dengan terbitnya fajar dan disusul dengan terbitnya matahari. Suara kokok ayam dan menghilangnya suara-suara binatang malam juga menjadi bukti berakhirnya malam dan digantikan oleh waktu siang yang terang menderang.

Ada suatu tanda yang lain yang kurang mendapatkan perhatian kita, padahal tanda itu memberikan pencerahan kepada kita. Bukankah setetes embun pagi yang bertengger di dedaunan di halaman rumah kita sering luput dari perhatian kita. Padahal embun pagi merupakan bagian dari tanda-tanda kebesaran Ilahi dan menjadi ’ibrah bagi orang-orang yang mau menggunakan penalarannya.

Tolonglah perhatikan embun pagi lebih lama dan pikirkan tentang wujudnya yang tidak menerima pengaruh apapun dari sekelilingnya. Embun pagi menjadi pertanda dimulainya siang dengan kejernihan. Renungkan pada satu arah, yakni kejernihan. Walaupun dedaunan berdebu dan kotor, namun embun di dedaunan tetap jernih dan bersih. Rasakan dinginnya air embun pagi yang sangat menyegarkan. Rasakan pula hembusan angin sepoi-sepoi pagi yang sangat menyenangkan dan hiruplah udara segar dan bersih dalam-dalam. Bedakan dengan hirupan udara tatkala saudara-saudara berada di jalan raya atau berada di keramaian kota. Di pagi yang nyaman itu kita menghirup dan merasakan udara segar yang dapat merangsang kejernihan hati, jiwa dan pikiran kita. Sebagai hamba Allah yang beriman tentu kita akan mengucapkan Alhamdulillah, betapa besar nikmat yang telah Engkau berikan kepada kami ya Allah. Lalu kita keluar rumah sambil membaca di dalam hati ayat Al-Qur’an Surat Ali-Imran ayat 190-191, yang artinya :  Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Hayati pengertian ayat yang barusan kita bacakan itu. Yakinilah bahwa apapun yang ada dan terjadi di alam semesta merupakan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah Yang Maha Agung dan semua yang ada itu adalah ciptaan-Nya, termasuk kita sendiri. Oleh karena itu, bermunajadlah: ”Ya Allah, jadikanlah aku ini sebagai orang yang selalu mengingat-Mu, kapan pun dan dimana pun aku berada. Jadikanlah aku ini ya Allah sebagai hamba-Mu yang selalu memikirkan ciptaan-Mu untuk mendapatkan manfaat dari padanya bagi kehidupan umat manusia. Ya Allah, jadikanlah seluruh rangkaian kegiatanku di siang hari ini sebagai amal shalih dan amal ibadahku kepada-Mu. Ilahi anta maqshudy wa ridhaka mathluby (Hanya Engkaulah sebagai tujuanku dan keridhaan-Mulah yang ingin aku cari).

Dalam rentangan inilah proses niat sebagai upaya menjadikan kerja kita itu menjadi amal ibadah muncul. Niat bukanlah ucapan, tapi ia merupakan suara hati yang memunculkan keinginan yang kuat (’azam) untuk melakukan sesuatu kegiatan (qashad). Oleh karena itulah maka niat dimaknai dengan : ”Qashdu syaiin muqtarinan bi fi’lihi”. Dan setiap pekerjaan atau aktivitas yang baik yang kita lakukan niatlah lillahi ta’ala dan insya Allah apa yang kita kerjakan akan bernilai ibadah di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala.

Saudara-saudaraku yang budiman ! Yang perlu kita camkan selanjutnya adalah apa yang telah menjadi tugas kita sebagai PNS harus kita kerjakan dan kita selesaikan dengan seikhlas-ikhlasnya. Ikhlas di sini bukan berarti bahwa kita tidak boleh menerima jerih payahnya (gaji). Dalam hal ini yang perlu kita ketahui adalah tugas meyelesaikan kegiatan perkantoran dan pelayanan publik itu adalah kewajiban bagi semua PNS, sementara gaji adalah hak yang harus diberikan oleh negara kepada PNS yang telah melaksanakan kewajibannya. Dan alangkah naifnya bila seseorang PNS yang tidak melaksanakan tugas/kewajibannya, bahkan ke kantornya pun kurang nampak batang hidungnya diposisikan sebagai orang yang berhak mendapatkan haknya (gaji, insentif, honorarium atau apa pun namanya). Lalu bagaimana bisa kita katakan bahwa gaji si PNS yang kurang aktif datang ke kantor atau orang yang malas bekerja, sebagai penghasilan yang haq, yang halalan thaiyiban ?

Ikhlas sebenarnya berpadanan dengan kata niat, sehingga menjadi niat yang ikhlas. Niat yang ikhlas harus mendasari setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang muslim. Dengan didasari niat yang ikhlas, maka setiap tugas atau kegiatan akan dilaksanakan dengan amanah, bersih, jujur, transparan dan profesional.  Kelima unsur dan nilai inilah yang perlu kita bangun di dalam kehidupan masyarakat PNS.

Menurut Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu anhu, ada empat tanda seseorang yang memiliki niat yang tidak ikhlas, yaitu:

  1. Ia malas jika tidak ada orang yang melihatnya,
  2. Ia rajin kalau ia dilihat orang,
  3. Ia menambah amalnya jika ia dipuji orang
  4. Dan ia mengurangi amalnya jika ia dicela atau dikritik orang.

Seseorang PNS yang bekerja hanya karena ingin dipuji orang, maka pada saat ia sudah bekerja maksimal, lalu ia tidak mendapatkan pujian dari orang, maka streslah yang didapatkannya. Oleh karena itu bekerjalah bukan karena ingin dipuji oleh orang atau karena ingin menadapatkan penghargaan dari atasan dan bukan pula karena ingin mendapatkan jabatan, tapi bekerjalah karena lillahi ta’ala, yakni pekerjaan yang dilaksanakan atas dasar niat yang ikhlas karena mengharapkan keridhaan Allah Subhanahu wa ta’ala.

Upaya menjadikan profesi PNS sebagai amal ibadah yang selanjutnya adalah berprilaku yang benar. Benar dalam pandangan agama Islam adalah segala aktivitas yang dilakukan sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Ajaran Islam adalah bersumber dari al-Quran dan hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, dan hasil ijtihad para ulama.

Saudara-saudaraku sekalian, ingatlah bahwa kegiatan yang paling baik adalah kegiatan yang dilakukan dengan ikhlas serta sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Kegiatan PNS yang baik adalah kegiatan yang dilakukan secara ikhlas dan benar. Kegiatan yang benar tapi dilakukan dengan tidak ikhlas, maka amalnya tidak bernilai ibadah dan tidak  mendapat apapun dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Sebaliknya, amal yang ikhlas, tapi dilakukan dengan cara yang tidak benar, juga tidak bernilai ibadah dan tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Jadi amal kita akan diterima oleh Allah bila kita lakukan dengan cara yang benar dan ikhlas. Ikhlas akan terwujud bila diniatkan lillahi ta’ala, dan amal yang benar bisa dicapai bila dilaksanakan sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.

Selanjutnya, jadikanlah waktu istirahat sebagai moment istighfar kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Thabrani bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, yang terjemahannya: ”Barangsiapa yang beristirahat pada sore hari sesudah bersusah payah bekerja di pagi dan siang hari, maka ia berada pada sore itu dalam keadaan mendapatkan ampunan dari Allah Subhanahu wa ta’ala.”

Seseorang yang dengan niatnya yang ikhlas berangkat bekerja pada pagi hari, apakah itu pergi melaut bagi nelayan, pergi ke pasar bagi pedagang, pergi ke sawah bagi petani, pergi ke sekolah bagi guru dan siswa, pergi ke klinik bagi dokter dan pergi ke kantor bagi PNS, kemudian  mereka bekerja keras dan melaksanakan tugas-tugas/kegiatannya dengan ikhlas dan benar, lalu mereka melepaskan lelahnya, maka waktu istirahat tersebut dihitung sebagai waktu mendapatkan ampunan dari Allah Yang Maha Kuasa.

Upaya selanjutnya yang perlu dijadikan sebagai suatu kebutuhan ialah melaksanakan shalat wajib tepat pada waktunya. Dan sangat besar pahalanya bila shalat wajib itu dilaksanakan secara berjama’ah dan dilaksanakan pada awal waktunya. Dalam hadits Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dinyatakan bahwa shalat berjama’ah lebih afdhal dari shalat sendiri-sendiri dan akan mendapatkan ganjarannya sampai 27 kali lipat daripada pahala shalat sendiri-sendiri.

Memang sepertinya ada kesan yang menampakkan bahwa orang-orang kantoran dalam kaitan dengan pelaksanaan shalat berjama’ah tidak segampang seperti yang dilaksanakan oleh ibu-ibu rumah tangga, guru, dosen, mahasiswa dan para santri. Seakan-akan ada sesuatu yang mebelenggu jiwa mereka untuk melaksanakan shalat berjama’ah.

Faktor yang menghalangi pelaksanaan shalat berjama’ah memang banyak. Kita semua tahu bahwa dunia perkantoran cenderung menganut paham materialisme sehingga para karyawan yang bekerja di dalamnya rada-rada menjadi orang-orang yang materialis. Sekalipun karyawannya mengaku sebagai muslim tapi karena jiwanya sudah terlanjur menjadi seorang yang materialis mengakibatkan mereka enggan dan malas melaksanakan shalat berjama’ah. Alasannya bisa macam-macam, seperti sibuk, ada tamu, ada urusan penting, tidak ada tempat, tempat shalat kurang nyaman dan sebagainya. Jadi shalat berjama’ah menjadi barang mahal di kalangan orang-orang kantoran, dan tentunya tidaklah termasuk orang-orang kantoran di kota Banda Aceh ke dalam golongan yang kita sebutkan ini.

Saudara-saudaraku yang budiman !  Ketahuilah bahwa melaksanakan shalat yang tepat waktu lagi berjama’ah dan dilakukan dengan khusyu’ pada hakekatnya merupakan sarana membangun kekuatan spiritualitas kita. Dengan shalat kadar kerohanian, keimanan dan keislaman kita akan meningkat. Shalat adalah sarana pendekatan diri  kepada Allah secara efektif. Shalat adalah waktu berkomunikasi antara sang hamba dengan Khaliqnya. Shalat adalah salah satu bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, saudara-saudaraku yang mulia, sesibuk apa pun dan bagaimana pun jangan lupakan pelaksanaan shalat. Apa pun profesi kita dan apa pun jabatan dan kedudukan kita, jangan sampai shalat ditinggalkan, shalat disepelekan. Dengan shalat kesibukan dan kepenatan yang sering menimbulkan stres akan menjadi sirna. Dengan shalat jiwa yang tadinya gelisah akan menjadi tenang.

Upaya lain yang perlu ditempuh oleh seseorang PNS adalah membuat pagar di luar benteng. Dengan mengandalkan hanya pada pertahanan benteng yang kita perkirakan sangat kokoh, namun kekokohan benteng kalau tidak diperkuat dengan dinding-dinding dan pagar-pagar  yang berlapis-lapis, pada akhirnya benteng itu akan bobol juga. Membuat pagar atau dinding di sekeliling benteng akan semakin memperkuat benteng dari penghancuran musuh-musuhnya. Semakin banyak pagar atau dinding tambahan di sekeliling benteng semakin sulit musuh akan mampu mendobrak pertahanan apalagi menghancurkan benteng

Benteng utama pada diri kita adalah iman. Semakin mantap iman seseorang semakin taat pula ia kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan semakin baik pula tingkah lakunya. Benteng pertahanan kedua adalah ketaatan. Orang beriman adalah orang taat melaksanakan perintah Allah dan perintah Rasul-Nya serta menjauhkan diri dari segala larangan-Nya. Jika keimanan seseorang sudah kuat dan ketaatannya sudah mengadat, maka benteng kehidupannya menjadi lebih kuat.

Meskipun benteng diperkirakan sudah kuat tapi perlu diperkuat lagi dengan mendirikan banyak dinding atau pagar untuk melindungi benteng. Membangun tembok untuk membentengi diri adalah dengan perbuatan-perbuatan wajib, sementara membuat dinding atau pagar tambahan di luar benteng adalah dengan mengerjakan perbuatan-perbuiatan sunat. Perbuatan-perbuatan sunat sangat banyak, seperti shalat sunat rawatib, shalat tahajjud, shalat dhuha, shalat istikharah, shalat witir dan lain-lain.

Kalau shalat wajib lima waktu dalam sehari semalam, puasa ramadhan, zakat dan haji dikategorikan sebagai bagian dari benteng, maka perlu dipagari lagi jiwa rohani kita dengan puasa senin dan kemis, puasa Dawud, puasa syawal, puasa ’arafah, bersedekah, menyantuni anak yatim, membantu  fakir miskin, membantu orang-orang tertimpa musibah dan perbuatan-perbuatan baik lainnya, termasuk berdakwah, mengajar, belajar, dan lain-lain.

Upaya selanjutnya yang perlu dijalankan oleh setiap muslim, termasuk PNS adalah berdzikir dan berdoa. Dzikr asal katanya dzakara yang berarti menyebut atau mengingat. Berdzikir berarti menyebut atau mengingat asma’ Allah. Lafazh tasbih, tahmid, takbir dan tahlil serta membaca ayat-ayat al-Qur’an adalah lafazh-lafazh dzikir yang kita ucapkan dengan lidah. Sementara dzikir dalam makna mengingat Allah adalah bukan pekerjaan lidah, tapi ia merupakan pekerjaan hati. Dzikir dalam pengertian inilah yang mampu membuat  si pedzikir terpelihara dirinya dari perbuatan maksiat karena ia meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala. adalah Maha Mendengar dan Maha Melihat. Oleh karena itu ia tidak mau mengucapkan dengan lidahnya kata-kata yang tidak benar dan tidak mau melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah Yang Maha Kuasa, karena semua itu dapat didengar dan dapat dilihat oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, sekalipun manusia tidak ada yang dapat mendengat dan melihatnya.

Urutan selanjutnya adalah do’a. Dalam al-Qur’an dalam surat al-Mukmin ayat 60, yang terjemahannya menyatakan bahwa: ”Dan Tuhanmu berfirman: ”Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (berdo’a kepada-Ku) akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina.”

Dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Turmudzi disebutkan: ”Ad-Du’a mukhkhul ’ibadah, yang berarti: Do’a adalah inti ibadah.”

Justru itu, setiap muslim dianjurkan untuk selalu berdo’a. Setiap saat, baik dalam keadaan lapang maupun sulit, dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan sepi maupun ramai, do’a jangan sekali-kali ditinggalkan supaya tidak saja memperbaiki kualitas kehidupan duniawi kita, tapi juga akan mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa ta’ala.

Saudara-saudaraku yang mulia!  Dengan kita selalu berdzikir dan sering berdo’a akan memperkecil peluang kita melakukan perbuatan maksiat. Berdo’a dan berdzikir dapat dilakukan mulai dari bangun tidur, masuk dan keluar kamar mandi, bercermin, memakai dan melepaskan pakaian, sebelum dan sesudah makan-minum, keluar rumah, masuk mesjid, sesudah berwudhu’, sesudah adzan dan iqamat, di saat hujan dan petir, naik kenderaan, di pagi dan sore hari, tatkala bingung dan sedih, ketika berhubungan suami-isteri, ketika menerima hadiah, ketika mendapatkan penghargaan atau jabatan, ketika lepas dari jabatan, saat sakit dan tertimpa musibah dan sampai ketika akan tidur malam lagi, termasuk berdo’a kalau kita tidak bisa tidur. Kitab Al-Adzkar (Do’a dan Dzikir) yang dikarang oleh Imam An-Nawawi, yang sekarang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia banyak dijual di toko-toko buku dan sangat baik untuk dimiliki dan dibaca oleh semua PNS dan semua orang Islam.   

Natijah

Profesi PNS apakah dapat bernilai amal ibadah atau tidak sangat tergantung pada pribadi masing-masing PNS. Apabila seseorang PNS mau berupaya menjadikan profesi PNS-nya itu sebagai amal ibadah, maka profesinya itu dapat menjadi amal ibadah. Akan tetapi, jika ia tidak mau berusaha untuk menjadikan profesi PNS-nya sebagai amal ibadah, maka segala kegiatannya itu hanya bersifat rutinitas dan bernilai profan (keduniawian) saja. Bahkan kalau ia kurang hati-hati dan tidak menjaga rambu-rambu kepegawaian dan ketentuan agama yang terkait dengan profesinya itu, maka ia bisa terseret ke lembah kehinaan, bisa hina dalam pandangan masyarakat dan bisa pula hina dalam pandangan Allah Subhanahu wa ta’ala.

Justru itu, dalam kesempatan ini saya ingin mengajak kita semua untuk menjadi abdi negara dan abdi masyarakat yang baik, dan lebih dari itu semoga kita dapat menjadi ’abdullah (hamba Allah) yang baik yang taat menjalankan perintah-Nya dan selalu menjauhkan diri dari segala larangan-Nya serta memiliki komitmen untuk selalu menjadikan profesi PNS-nya sebagai amal ibadah bagi diri kita sendiri dan mendatangkan manfaat bagi orang banyak.

DAFTAR BACAAN

Al-Qur’an Al-Karim

’Aidh Al-Qarni, La Tahzan, Jangan Bersedih, Penerjemah: Samson Rahman, Jakarta: Qisthi Press, 2004

An-Nawawi, Al-Adzkar, Beirut-Libanon: Dar al-Tawzi’ wa al-Nasyr al-Islamiyah, 1417 H/1997 M

Budi Handrianto, Kebeningan Hati dan Pikiran, Jakarta: Gema Insani, 2002

Muhammad Fuad ’Abdul Baqi, Al-Lu’lu’ Wa Al-Marjan, Juz I, Beirut-Libanon: Dar al-Fikr,1402H/1982 M

Thaha Abdullah al-Afifi, Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, Jilid I, Kairo: Dar al-I’tisham, 1405 H/1985 M

Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, Yogyakarta: LPPI, 2000

*)Ketua MPU Kota Banda Aceh.

disampaikan pada Kajian Islam bagi Pejabat Pemko Banda Aceh tanggal 5 Mei 2010 di Mesjid Al Abrar Lamdingin.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*