Ta’ziyah Menurut Madzhab Syafi’ie

oleh Tgk. H. Syamun Risyad, Lc (ketua MPU Kota Lhokseumawe)


ويكره لأهل الميت الإ جتماع بمكان لتأتيهم الناس للتعزية: المراجع السابق

“Makhruh bagi ahli mayit berkumpul pada suatu tempat untuk didatangi manusia karena ta’ziyah”.

ويكره لأهل الميت الجاوس لننضية وصنع الطعام يجمعون الناس عليه: لما روى احمد عن جبير بن عبدالله البجلى قال: كنا نعد الإجتماع الى اهل الميت وصنعهم الطعام بعد دفنه من النياحة

”Makruh bagi ahli mayit duduk untuk ta’ziyah dan membuat makanan mengumpulkan manusia atasnya, karena hadits yang diriwayatkan oleh imam ahmad dari Jabir bin Abdullah Albajiy beliau berkta: kami menganggap bahwa: berkumpul para ahli mayit dan mereka membuat makanan setelah dikuburkan adalah sebagian dari nihayah”. (I’Anatuth Thalibin, juz:3, hal:135)

لكن يعزى بما امر الله عزى وجل من الصبر والإسترجاع واكره المأتم وهى الجماعة وإن لم يكن لهم بكاء

“Tetapi berta’ziyah dengan apa yang diperintahkan Allah ‘Azza Wajalla dengan sabar dan istirja’ dan aku benci ma’tam atau berjama’ah (berkumpul bersama), walaupun tidak ada tangisan.” (Al Um, juz 1, hal: 318)

والتعزية من حين موت الميت فى المنزل والمسجد والطريق القبور وبعد الدفن ومتى عزى فحسن

Artinya : “ Ta’ziyah mulai dari meninggalkan mayit, di rumah, di mesjid, dan di perjalanan ke kubur, setelah dikebumikan dan kapan saja berta’ziyah, maka itu baik.” (Al Um juz 1, hal 317)

I. Muqaddimah

Ta’ziyah adalah istilah yang sangat popular dalam masyarakat Islam termasuk di Aceh, karena ta’ziyah telah diperintahkan dalam Islam melalui beberapa hadits yang shahih dan mendapatkan sambutan dari masyarakat, khususnya di Aceh yang luar biasa.

Mengingat hal-hal tersebut diatas maka kami dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Lhokseumawe merasa berkewajiban memberikan penyuluhan dan penerangan kepada ummat tentang perbuatan sunnah ini, sehingga pelaksanaannya sesuai dengan ketentun dan aturan yang shahih menurut Madzhab Imam Syafi’i Rahimahullah.

Selama ini realitas pengamalan madzhab Syafi’i di kalangan masyarakat mengalami perbedaan dari apa yang terkandung dalam kitab-kitab pegangan madzhab, termasuk masalah ta’ziyah yang menyimpang dan perlu diperbaiki kembali. Semoga tulisan kecil ini dapat bermanfaat dalam rangka perbaikan dan pelurusan masalah ini, sehingga ta’ziyah yang dilakukan nanti lebih dekat dengan apa yang diperintahkan Agama.

Dalam penulisan ini kami fokuskan semua masalah dan dalil sesuai dengan madzhab syafi’i rahimahullah, dan usaha kami hanya memperbaiki serta meluruskan sebatas kemampuan yang kami miliki.

إن أريد إلا الإصلاح ماستطعت وما توفيقي إلا بالله عليه توكلت وإليه أنيب

Aku hanya bermaksud untuk memperbaiki semampuku dan tidak ada taufiq bagiku kecuali dengan Allah dan hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan kembali”. (QS. Hud,88)

Sangat kami harapkan, kepada pembaca yang budiman supaya dapat memahami isi tulisan ini, dengan membaca secara cermat dan teliti, karena isinya sangat berbeda dengan apa yang sedang berlaku selama ini dalam upacara ta’ziyah, namun semua isinya adalah petikan langsung dari kandungan kitab-kitab marja’ Madzhab Syafi’i rahimahullah.

Pergeseran tersebut terjadi karena pengamalan masyarakat semacam masalah ini tidak dikontrol lagi oleh kekuatan ilmiah keagamaan kebagaimana mestinya, melainkan sudah menjadi perbuautan tradisi, adat istiadat dan budaya yang dikontrol oleh kekuatan sosial kemasyarakatan, maka semua yang terjadi dalam prakteknya adalah menuruti apa yang dikehendaki masyarakat tertentu, disinilah letak kesalahan besar. Semoga tulisan kecil ini dapat mengingatkan kita untuk kembali kepada Manhaj yang sebenarnya. Amien…

II. Pengertian Ta’ziyah

وهي لغة التسلية عمن يعذي عليه واصتلاحا الأمر بالصبر والحمل عليه بوعد الأجر والتحذير من الوزر بالجزع والدعاء للميت بالمغفرة وللمصاب بجبر المصيبة

Ta’ziyah menurut bahasa Arab adalah membuat orang yang dita’ziyahkan menjadi gembira! Menurut istilah adalah mengajak bersabar, mendorong kepada kesabaran dengan pembalasan pahala, melarang dari dosa yang disebabkan oleh susah yang berlebihan, meminta keampunan kepada mayit dan berdoa kepada yang tertimpa musibah, semoga musibah itu diganti oleh Allah SWT dengan yang lebih baik”. (Nihayah Muhtaj, juz:3,hal:13)

III. Hukum Ta’ziyah

Hukum ta’ziyah sunat, berdasarkan hadis sebagai berikut:

إنه نبى صلى الله عليه وسلم مر على إمراة بكت على صبى فقالها اتقى الله واصبرى ثم قل: انما الصبر عند الصدمه

الأولى

” Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melewati seoranng wanita yang menangis karena meninggal putranya lalu beliau bersabda: Takutlah kepada Allah dan bersabarlah kamu, sesungguhnya sabar ketika susah yang berat”. (HR. Jamaah)

Hadis ini dijadikan oleh syekh Ramli dalam kitabnya “Nihayatul Muhtaj, jilid III, hal:13, sebagai dalil ta’ziyah, karena nasehat nabi kepada perempuan tersebut adalah ta’ziyah”

. مامن مؤمن يعزى أخاه بمصيبة إلا كساه الله عزوجل من حلل الكرامة يوم القيامة

Tidak ada dari seorang mukmin yang berta’ziyah kepada saudaranya karena musibah melainkan diberi pakaian kepadanya oleh Allah ‘Azza Wajalla dengan pakaian kemuliaan pada hari kiamat”. (HR. Ibnu Majah – al Baihaqi)

IV. Sasaran dan Cara Ta’ziyah

Disunatkan ta’ziyah ahliwaris atau kelurga musibah, yaitu orang-orang yang menderita karena musibah dengan meninggalnya seseorang, maupun musibah dengan hilang atau rusak harta dan sebagainya.

والتعزية لا هل للميت صغيرهم وكبيرهم, ذكرهم وانثاهم فى الجملة

”Ta’ziyah kepada ahli mayit, yang kecil, yang besar, laki-laki dan perempuan adalah sunat menurut jumlah, adapun wanita tidak dita’ziyahkan kecuali oleh mahram atau suaminya”. (Nihayah Muhtaj, juz:3, hal:21)

ولا يعزى الشابة إلامحارمه أوزوجها: المرجع السابق

”Tidak di ta’ziyah perempuan muda keculi oleh mahram atau suaminya”.

بل عموم بكلا مهم إنه يمن التعزية بالمصيبة يشمل التعزية بغقد ان المال: المرجع السابق

”Tetapi pada umumnya perkataaan mereka (fuqaha) bahwa sunat ta’ziyah karena musibah meliputi ta’ziyah disebabkan kehilangan harta”.

Ta’ziyah dapat dilakukan melalui surat atau telepon bagi orang jauh dan juga bagi orang dekat, apabila ada keuzuran seperti sakit dan sebagainya.

وتحصل بالمكاتبة من الغانب ويلتحق به الحاضر المصذور لمرض ونحوه

Ta’ziyah dapat berhasil dengan surat orang yang jauh dan demikian juga orang yang dekat yang uzur karena sakit dan sebagainya”. (Nihayah Muhtaj, juz:3, hal:31)

Dan makruh bagi bagi ahli mayit berkumpul pada suatu tempat untuk didatangi orang ta’ziyah.

ويكره لأهل الميت الإ جتماع بمكان لتأتيهم الناس للتعزية: المراجع السابق

“Makhruh bagi ahli mayit berkumpul pada suatu tempat untuk didatangi manusia karena ta’ziyah”.

ويكره لأهل الميت الجاوس لننضية وصنع الطعام يجمعون الناس عليه: لما روى احمد عن جبير بن عبدالله البجلى قال: كنا نعد الإجتماع الى اهل الميت وصنعهم الطعام بعد دفنه من النياحة

”Makruh bagi ahli mayit duduk untuk ta’ziyah dan membuat makanan mengumpulkan manusia atasnya, karena hadits yang diriwayatkan oleh imam ahmad dari Jabir bin Abdullah Albajiy beliau berkata: kami menganggap bahwa: berkumpul para ahli mayit dan mereka membuat makanan setelah dikuburkan adalah sebagian dari nihayah”. (I’anatuth Thalibin, juz:3, hal:135)

لكن يعزى بما امر الله عزى وجل من الصبر والإسترجاع واكره المأتم وهى الجماعة وإن لم يكن لهم بكاء

“Tetapi berta’ziyah dengan apa yang diperintahkan Allah ‘Azza Wajalla dengan sabar dan istirja’ dan aku benci ma’tam atau berjama’ah (berkumpul bersama), walaupun tidak ada tangisan.” (Al Um, juz 1, hal: 318)

والتعزية من حين موت الميت فى المنزل والمسجد والطريق القبور وبعد الدفن ومتى عزى فحسن

Artinya : “ Ta’ziyah mulai dari meninggalkan mayit, di rumah, di mesjid, dan di perjalanan ke kubur, setelah dikebumikan dan kapan saja berta’ziyah, maka itu baik.” (Al Um juz 1, hal 317)

Waktu untuk ta’ziyah mulai dari meninggal sampai tiga hari kemudian, dan menurut mayoritas ulama, makruh setelah tiga hari kecuali bagi yang baru datang dari tempat jauh dan ta’ziyah dilakukan hanya satu kali saja bagi setiap orang.

قال فى البحر : والمشروع مرة واحدة لقوله نبى صلى الله عليه وسلم : التعزية مرة

Artinya : “Disyari’atkan ta’ziyah hanya satu kali.” (Nailul Authar, juz 3, hal 1-3)

V. Lafadh Ta’ziyah

Kelaziman dan sudah menjadi tradisi kita di Aceh, bahwa ucapan ta’ziyah adalah mulai dengan istighfar dan disudahi dengan shalawat secara berjama’ah, padahal semua itu tidak ada hubungannya dengan ta’ziyah.

Sedangkan lafadh ta’ziyah sudah diajarkan dalam hadits – hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang dijabarkan dalam berbagai kitab Fiqh mazhab Syafi’i diantaranya sebagai berikut:

أعظم الله اجرك واحسن عزاءك وغفر لميتك وجبر مصيبتك

Artinya:”Allah membesarkan fahalamu, membaguskan ta’ziyahmu (kesabaranmu), mengampunkan mayitmu dan menggantikan musibahmu”. (l’Anatuth Thalibin, juz:3, hal:135)

إن فى الله عزاء امن كل مصيبة وخلفا من كلها لله ودركا من كل فانت فبالله فتقوا وإياه فارجعوا فإن المصاب من حرم الثواب

Artinya:”Sesungguhnya pada Allah sabar atas setiap musibah, pengganti atas setiap yang rusak, dan mendapatkan kembali atas setiap yang hilang, maka kepada Allah kalian berharap, karena sesungguhnya orang yng tertimpa musibah adalah orang yang dihalang dari fahala”. (al Um, juz:1, hal: 317)

Lafadh ta’ziyah diatas menurut Syafi’i rahimahullah didengar oleh para sahabat r.a. tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, kemudian dikatakan oleh pengikut beliau, yang mengatakannya adalah Khidzir a.s:

إن لله ما أخز وله ما أعطى وكل شئ عنده بأجل مسمى

Artinya:”Sesungguhnya bagi Allah apa yang diambil, bagi-Nya apa yang diberikan dan setiap sesuatu disisi-Nya ada batas waktu””. (Nihayah Muhtaj, juz:3, hl:14)

Lafazh tersebut diatas diambil dari hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim tentang salah seorang putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, meninggal anaknya, lalu ia mengirim utusan kepada Rasulullah dan beliau memerintahkan kepada utusan itu supaya mengucapkan lafadh tersebut diatas kepadanya dan diakhiri dengan perintah beliau supaya putrinya dapat bersabar dan mengharapkan pahala atas musibah tersebut.

Demikian beberapa lafadh ta’ziyah yang dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang seharusnya dilakukan waktu seseorang berta’ziyah, disamping itu ada beberapa lagi lafadh-lafadh ta’ziyah tersebut diatas diucapkan kepada yang terkena musibah, maka sudah dianggap sebagai ta’ziyah.

VI. Kesimpulan dan Penutup

Setelah kita baca nash dan hadits dari kitab-kitab marja’ mazhab Syafi’i rahimahullah melalui tulisan ini, maka dapat kita simpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Ta’ziyah terdiri dari beberapa unsur yaitu :

a. Orang yang berta’ziyah

b. Orang yang dita’ziyahi

c. Waktu ta’ziyah

d. Sebab – sebab ta’ziyah

e. Cara berta’ziyah atau kaifiatnya

f. Lafadh ta’ziyah (acara yang dilakukan sebagai ta’ziyah)

g. Hukum – hukum ta’ziyah

2. Ta’ziyah hukumnya sunat dan disepakati oleh semua Ulama, berdasarkan hadits-hadits yang shahih

3. Ta’ziyah disunatkan, baik atas musibah meninggal seseorang maupun musibah yang tertimpa pada harta benda dan sebagainya

4. Sasaran ta’ziyah adalah pribadi orang yang tertimpa musibah, bukan hanya sekedar berkunjung ke kediamannya padahal kita tidak bertemu dengan yang bersangkutan

5. Semua orang yang terbeban dengan musibah, sunat dita’ziyahi baik laki-laki maupun perempuan, atau anak-anak dan orang dewasa, kecuali perempuan muda, ia tidak dita’ziyahi melainkan oleh mahram dan suaminya

6. Ta’ziyah disunatkan hanya satu kali saja dalam waktu tiga hari, kecuali bagi orang yang jauh maka disunatkan ta’ziyah kapan ia datang

7. Ta’ziyah tidak mesti di tempat musibah tetapi boleh dimana saja, seperti di mesjid, di jalan, di tempat kerja dan sebagainya

8. Makruh hukumnya keluarga musibah berkumpul di satu tempat untuk dita’ziyahi

9. Beramai-ramai (ma’tam) di rumah musibah dan jamuan makan adalah dianggap bahagian dari niyahah (ratapan untuk orang meninggal dengan suara nyaring)

10. Dibolehkan ta’ziyah melalui surat atau telepon (sms) bagi orang yang ‘uzur hadir dan bertemu

11. Ta’ziyah mempunyai lafadh tertentu yang mengjak kepada sabar dan mengharap pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, atas musibah yang terjadi, sebagaimana yang telah disebutkan

12. Ta’ziyah adalah amal perorangan (individu) dengan mengucapkan kata-kata ta’ziyah kepada yang dita’ziyahi dan makruh beramai-ramai (berjama’ah)

Demikian beberapa kesimpulan dari tulisan ini dan dengan telah jelasnya pengertian ta’ziyah menurut mazhab Imam Syafi’i rahimahullah, maka dapat kita buat perbandingan sejauh mana beda antara ta’ziyah yang dilakukan di daerah kita selama ini, dengan kontrol masyarakat yang begitu kuat. Karena itu, kita semua selaku ummat muslimin berkewajiban mengembalikan sunnah ta’ziyah ini kepada yang sebenarnya, sesuai dengan apa yang dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya serta para imam-imam yang mendapat petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Masyarakat kita, menurut hemat kami, telah jauh terperosok dengan tradisi-tradisi yang tidak/bukan bersandar kepada mazhab Syafi’i rahimahullah tetapi mereka mengaku sebagai orang-orang yang bermazhab Syafi’i rahimahullah. Namun demikian, kita pun selaku hamba yang lemah senantiasa harus memohon taufik, hidayah dan inayah kepada Allah Azza Wajalla dan hanya kepadaNya kita bertawakkal dan kepadaNya pula tempat kita kembali kelak.

Akhirul kalam, besar harapan kami dari pembaca yang budiman supaya dapat memperbaiki secara konstruktif tulisan ini dimana ada kesalahan dan kekeliruan. Demi untuk kebenaran dalam pengamalan agama yang sesuai dengan manhaj Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Wallahu ‘alam bissawab

http://alatsar.wordpress.com/2008/06/21/taziyah/#more-263

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*