HABLUB MINAN NASS CIRI KHAS MUKMIN SEJATI

HABLUB MINAN NASS CIRI KHAS MUKMIN SEJATI

Oleh :

Tgk.BUSTAMAM USMAN, SHI, MA

Ketua Komisi B MPU Banda Aceh

  1. Pengertian Interaksi Sosial

Interaksi sosial adalah hubungan antar aksi (interaksi) sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari secara terus menerus. Antar aksi (interaksi) sosial dimaksudkan sebagai timbal balik antara dua belah pihak, yaitu antara individu satu dengan individu atau kelompok lainnya dalam rangka mencapai tujuan tertentu.  Interaksi itu dapat diartikan sebagai hubunganhubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antar individu yang satu dengan individu yang lainnya, antara kelompok satu dengan kelompok yang lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Interaksi itu penting, karena tiap masyarakat merupakan satu kesatuan dari individu yang satu dengan individu yang lain berada dalam hubungan berinteraksi yang berpola mantap. Interaksi itu terjadi apabila seorang individu dalam suatu masyarakat berbuat sedemikian rupa sehingga menimbulkan suatu respons atau reaksi dari individu-individu lain. Hubungan-hubungan sosial itu pada awalnya merupakan proses penyesuaian nilai-nilai sosial dalam kehidupan masyarakat. Kemudian meningkat menjadi semacam pergaulan yang tidak hanya sekedar pertemuan secara fisik, melainkan merupakan pergaulan yang ditandai adanya saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing pihak dalam hubungan tersebut.

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Asma’ ra, bahwa ia berkata. Sebagai-berikut: “Ibuku datang kepadaku dimasa Rasulallah SAW, sedangkan ia adalah seorang musyrik. Aku pun meminta fatwa kepada Rasulullāh SAW, dan berkata ‘sesungguhnya ibuku datang kepadaku karena rindu kepadaku, apakah aku boleh menyambung hubungan dengan Ibuku itu? Beliau menjawab, ‘Ya’, sambunglah hubungan dengan ibumu!.”(HR, Bukhāri). Al-Khatabi mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa kerabat yang kafir tetap dijalin hubungannya berkenaan dengan harta dan sebagainya, seperti halnya hubungan yang harus disambung kerabat yang muslim. Ibnu Hajar Mengatakan “berbakti, menjalin hubungan, dan berbuat baik tidak mengharuskan terjadi saling cinta dan kasih sayang yang dilarang dalam firman Allah SWT.

Artinya : “Engkau (Nabi Muhammad SAW) tidak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari kemudian, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, Sekalipun mereka itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka Itulah orang-orang yang telah menetapkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan ruh (yakni cahaya pertolongan) yang datang daripada-Nya. dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullāh itu adalah golongan yang beruntung.”( QS : Al-Mujaddalah {58} : 22)

Ayat ini umum bagi yang memerangi maupun yang tidak memerangi. 24Ibnu Taimiyah Rahimahullāh sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad bin Sa’di al-Qahthani, dalam bukunya al-Walā’ wal-Barā’, beliau mengatakan “pada dasarnya tidak diharamkan atas manusia untuk melakukan interaksi yang mereka butuhkan, kecuali hal-hal yang pengharamannya disebutkan oleh kitab dan sunah. Hubungan antar umat beragama, khususnya dalam masyarakat majemuk memang selalu diwarnai oleh pasang surut, baik dalam skala lokal, regional, nasional maupun internasional.[1]

  1. Syarat-Syarat Interaksi Sosial

a. Kontak Sosial

Kontak sosial adalah merupakan hubungan antara satu orang atau lebih, melalui percakapan dengan saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing dalam kehidupan masyarakat. Kontak sosial dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung antara satu pihak dengan pihak yang lainnya. Kontak sosial tidak langsung adalah kontak sosial yang menggunakan alat, sebagai perantara misalnya, melalui telepon, radio, surat, dan lain-lain. Sedangkan kontak sosial secara langsung adalah kontak sosial melalui suatu pertemuan dengan bertatap muka dan berdialog diantara kedua belah pihak tersebut. Dalam kontak sosial ini dapat terjadi hubungan yang positif dan hubungan yang negatif. Hubungan sosial bisa positif karena kedua belah pihak terdapat saling pengertian, sehingga bisa berlangsung lama. Sedangkan hubungan sosial bisa negatif jika salah satu belah pihak tidak saling pengertian sehingga terdapat pertentangan dan perselisihan.

b. Komunikasi Sosial

Komunikasi sosial adalah syarat pokok lain dari pada proses sosial. Komunikasi sosial mengandung pengertian persamaan pandangan antara orang-orang yang berinteraksi terhadap sesuatu. Menurut Soejono Soekanto, komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada peri kelakuan orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap) perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut. Dengan adanya komunikasi, maka sikap dan perasaan di satu pihak orang atau sekelompok orang dapat diketahui dan di pahami oleh pihak atau sekelompok orang lain. Hal ini berarti apabila suatu hubungan sosial tidak terjadi komunikasi atau tidak saling mengetahui dan tidak saling memahami maksud dari masing-masing pihak, maka dalam keadaan demikian tidak terjadi kontak sosial.[2]

  1. Interaksi Sosial Dalam Islam   

a. Interaksi Sesama Umat Islam

Analisis sejarah Islam menunjukkan bahwa Islam sendiri muncul sebagai agama revolusioner yang berkesinambungan. Dalam konteks historis, kaum muslimin telah mencapai tingkat solidaritas sosial yang tinggi dalam kehidupan bermasyarakat, sebagaimana diabadikan dalam al-Quran. Hubungan egaliter antara kelompok masyarakat yang terbagi menjadi suku-suku terbangun setelah kehadiran islam di Jazirah Arab, yang tidak lain dikarenakan oleh peran Nabi Muhammad SAW dalam mendamaikan antarkelompok. Hubungan antara sesama muslim digambarkan sebagai hubungan yang tak terpisahkan seperti halnya anggota dalam satu tubuh yang saling berhubungan dengan anggota tubuh yang lainnya. Ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan dalam Islam itu lahir karena adanya persamaanpersamaan, semakin banyak persamaan semakin kuat persaudaraan itu, persamaan ukhuwah Islamiyah disini dalam arti persamaan pada persoalan yang paling mendasar dalam hidup, yakni persamaan akidah. Firman Allah SWT :

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang mukmin (yang mantap imannya)adalah (bagaikan) bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudara kamu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (QS, alHujurāt, {49}: 10).11 Kasih sayang dalam ukhuwah Islamiyah akan membentuk hubungan yang akrab, saling mengasihi, dan saling memberikan perhatian. Sehingga umat Islam akan membentuk suatu kelompok masyarakat yang penuh dengan kasih sayang, atau masyarakat “marhamah”.

b. Interaksi Antar Agama

Agama Islam ditujukan untuk manusia dengan segala keberagamannya, karena itu ajaran Islam tidak melarang umatnya untuk berinteraksi sosial dengan agama lain. Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa berpihak kepada kebenaran dan keadilan termasuk didalamnya terhadap non muslim. Dalam masyarakat seperti sekarang ini hubungan antar para pemeluk agama yang berbeda-beda tidak bisa dihindarkan baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik maupun budaya. Bagi umat Islam hubungan ini tidak menjadi halangan sepanjang dalam kaitan sosial kemanusiaan atau muamalah. Bahkan dalam berhubungan dengan mereka umat Islam dituntut untuk menampilkan perilaku yang baik, sehingga dapat menarik mereka untuk mengetahui lebih banyak tentang Islam.

Islam merupakan agama yang damai Islam selalu mengajak umatnya untuk bekerja sama dengan umat lain di mana pun berada. Mengapa Islam mengajarkan perdamaian kepada umatnya?

Pertama, dalam Islam perbedaan dan pluralisme adalah kehendak Allah SWT yang harus terjadi. Usaha untuk mengubah kodrat Allah ini adalah suatu hal yang sia-sia. “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan umat yang satu”(QS, Hud :118). Jika semua Muslim telah sadar bahwa sifat manusia itu berbeda-beda, maka tidak ada alasan baginya untuk saling membenci dan menyakiti.

Kedua, sejak semula Islam telah mengajarkan kepada umatnya bahwa perbedaan agama, ras, dan keturunan adalah bukan satu halangan untuk berbuat baik dan berlaku adil satu sama lain. Akan tetapi, bila sampai umat lain sengaja memusuhi dan memerangi muslim, maka adalah satu kewajiban baginya untuk membela diri.

  1. Pandangan Ulama tentang Interaksi Sosial Muslim non-Muslim

Dalam hal ini terkait dengan hubungan interaksi sosial Muslim non-Muslim, ada beberapa pandangan dari beberapa ulama‟ tafsir yakni sebagai berikut:

  1. Menurut pendapat M. Quraish Shihab, dalam tafsir al-Misbah beliau berpendapat bahwa hubungan antara Muslim dengan non-Muslim dalam kaitannya interaksi sosial itu tidak apaapa, selama tidak membawa dampak negatif bagi umat Islam.
  2. Menurut Hamka dalam tafsirnya al-Azhār beliau berkata dalam kaitannya hubungan Muslim non-Muslim, bahwa Allah tidak melarang kamu, hai pemeluk agama Islam, pengikut Nabi SAW, akan berbaik, berbuat baik, bergaul cara baik, berlaku adil dan jujur dengan golongan lain, baik mereka Yahudi maupun Nasrani atau pun musyrik, selama mereka tidak memerangi kamu, tidak memusuhi kamu, atau mengusir kamu dari kampong halaman kamu. Dengan begini hendaknya disisihkan diantara perbedaan kepercayaan dengan pergaulan sehari-hari.
  3. Imam Al-Razi berpandangan bahwa, Tuhan telah menggarisbawahi sebuah landasan, bahwa keimanan tidak dibangun atas paksaan, melainkan atas dasar pengetahuan dan pertimbangan matang untuk memilih agama tertentu. Disamping dunia merupakan tempat ujian dan cobaan yang mana memberikan kebebasan kepada orang lain sekali pun untuk menentukan pilihan. Pentingnya ajaran tidak ada paksaan dalam agama juga diperkuat oleh ayat lain seperti “ jikalau Tuhanmu berkehendak niscaya seluruh penduduk bumi akan beriman semua.”(QS, Yunus : 99). Ayat ini secara eksplisit memperkuat dan meneguhkan larangan paksaan dalam agama, karena tidak sesuai dengan kehendak Tuhan yang memberikan kebebasan dalam iman. Maka dengan ini bahwa dapat dikatakan Imam al-Rāzi berpandangan kita tidak boleh memaksa dalam berinteraksi sosial terhadap mereka itu tidak boleh memaksakan mereka untuk mengikuti agama yang kita yakini.[3]

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Interaksi sosial adalah hubungan antar aksi (interaksi) sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari secara terus menerus. Antar aksi (interaksi) sosial dimaksudkan sebagai timbal balik antara dua belah pihak, yaitu antara individu satu dengan individu atau kelompok lainnya dalam rangka mencapai tujuan tertentu.  Interaksi itu dapat diartikan sebagai hubunganhubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antar individu yang satu dengan individu yang lainnya, antara kelompok satu dengan kelompok yang lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Interaksi itu penting, karena tiap masyarakat merupakan satu kesatuan dari individu yang satu dengan individu yang lain berada dalam hubungan berinteraksi yang berpola mantap. Interaksi itu terjadi apabila seorang individu dalam suatu masyarakat berbuat sedemikian rupa sehingga menimbulkan suatu respons atau reaksi dari individu-individu lain. Hubungan-hubungan sosial itu pada awalnya merupakan proses penyesuaian nilai-nilai sosial dalam kehidupan masyarakat. Kemudian meningkat menjadi semacam pergaulan yang tidak hanya sekedar pertemuan secara fisik, melainkan merupakan pergaulan yang ditandai adanya saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing pihak dalam hubungan tersebut.

Agama Islam ditujukan untuk manusia dengan segala keberagamannya, karena itu ajaran Islam tidak melarang umatnya untuk berinteraksi sosial dengan agama lain. Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa berpihak kepada kebenaran dan keadilan termasuk didalamnya terhadap non muslim. Dalam masyarakat seperti sekarang ini hubungan antar para pemeluk agama yang berbeda-beda tidak bisa dihindarkan baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik maupun budaya.

Menurut pendapat M. Quraish Shihab, dalam tafsir al-Misbah beliau berpendapat bahwa hubungan antara Muslim dengan non-Muslim dalam kaitannya interaksi sosial itu tidak apaapa, selama tidak membawa dampak negatif bagi umat Islam.