Akhlak Nubuwah Terhadap Anak Kecil

oleh : Ustadz Abu Muawiah

Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu dia berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا وَكَانَ لِي أَخٌ يُقَالُ لَهُ أَبُو عُمَيْرٍ -قَالَ: أَحْسِبُهُ فَطِيمًا- وَكَانَ إِذَا جَاءَ قَالَ: يَا أَبَا عُمَيْرٍ مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ؟ نُغَرٌ كَانَ يَلْعَبُ بِهِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sosok yang paling mulia akhlaknya. Aku memiliki saudara yang bernama Abu ‘Umair -Perawi mengatakan: Aku mengira Anas berkata: “Kala itu dia sudah memahami ucapan”- Maka apabila beliau shallallahu alaihi wasallam datang, beliau akan bertanya, “Wahai Abu Umair, bagaimana kabar si nughair”. Nughair adalah burung kecil (pipit) yang Abu Umair senang bermain dengannya.” (HR. Al-Bukhari no. 6203 dan Muslim no. 4003)

Dalam sebuah riwayat Al-Bukhari, “Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam biasa berbaur dengan kami.”

Dari Buraidah radhiallahu anhu dia berkata:

خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَقْبَلَ الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَلَيْهِمَا قَمِيصَانِ أَحْمَرَانِ يَعْثُرَانِ وَيَقُومَانِ. فَنَزَلَ فَأَخَذَهُمَا فَصَعِدَ بِهِمَا الْمِنْبَرَ ثُمَّ قَالَ: صَدَقَ اللَّهُ: { إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ }. رَأَيْتُ هَذَيْنِ فَلَمْ أَصْبِرْ ثُمَّ أَخَذَ فِي الْخُطْبَةِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berceramah di tengah-tengah kami, lalu tiba-tiba Hasan dan Husain radhiallahu ‘anhuma datang dengan mengenakan baju berwarna merah. Keduanya terjatuh lalu berdiri kembali. Melihat hal itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam turun dari mimbar lalu menggendong keduanya lalu membawa keduanya ke atas mimbar. Kemudian beliau bersabda, “Maha benar Allah atas firman-Nya, “Sesungguhnya harta-harta kalian dan anak-anak kalian hanyalah ujian.” (QS. At-Taghabun: 15). Aku melihat lucunya kedua anak ini sampai aku tidak sabar untuk segera menggendongnya.” Setelah itu beliau shallallahu alaihi wasallam baru memulai khutbahnya.” (HR. Abu Daud no. 109, Ibnu Majah no. 3590, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 3757)

Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi radhiallahu anhuma dia berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِشَرَابٍ فَشَرِبَ مِنْهُ وَعَنْ يَمِينِهِ غُلَامٌ وَعَنْ يَسَارِهِ أَشْيَاخٌ. فَقَالَ لِلْغُلَامِ: أَتَأْذَنُ لِي أَنْ أُعْطِيَ هَؤُلَاءِ؟ فَقَالَ الْغُلَامُ: لَا وَاللَّهِ, لَا أُوثِرُ بِنَصِيبِي مِنْكَ أَحَدًا. قَالَ: فَتَلَّهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي يَدِهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diberi air minum lalu beliau meminumnya, sementara itu di sebelah kanan beliau ada seorang anak kecil sedangkan di sebelah kiri beliau ada beberapa orang tua. Maka beliau bertanya kepada anak kecil tersebut, “Apakah kamu mengizinkan aku untuk memberikan air minum ini kepada mereka (orang tua) terlebih dahulu?” Anak kecil tersebut menjawab, ‘Tidak demi Allah, aku tidak akan mendahulukan seorangpun dalam hal bagianku darimu.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan bejana tersebut di tangannya.” (HR. Al-Bukhari no. 5620 dan Muslim no. 2030)

Penjelasan ringkas:
Rasulullah shallallahu alahi wasallam adalah panutan setiap muslim dalam bermuamalah dengan anak-anak, karenanya sudah sepantasnya bagi setiap muslim untuk mempelakukan anak-anak mereka sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memperlakukan anak-anak para sahabat beliau. Dari dalil-dalil di atas kita bisa melihat dengan jelas bagaimana besarnya kasih sayang beliau shallallahu alaihi wasallam kepada kedua cucu beliau yang masih kecil, sampai-sampai beliau menunda ceramah beliau hanya agar beliau bisa menggendong keduanya. Ini beliau lakukan guna menampakkan kasih sayang dan kecintaan beliau kepada keduanya dan sekaligus sebagai pelajaran kepada para sahabat beliau. Beliau shallallahu alaihi wasallam bahkan tidak sungkan-sungkan untuk berbaur dengan mereka dan bermain dengan mereka, dan makan bersama mereka tanpa ada perasaan risih sama sekali.

Semua itu beliau lakukan agar anak-anak para sahabat merasakan kasih sayang dan kecintaan dalam hati-hati mereka, yang mana perasaan seperti ini bisa mendatangkan kebaikan bagi jiwa-jiwa mereka. Beliau shallallahu alaihi wasallam juga sangat menghormati hak anak-anak, dan beliau tidak pernah menahan hak mereka hanya karena alasan mereka masih kecil.

Berbeda halnya dengan banyak orang tua di zaman ini. Di antara mereka ada yang tidak mau makan jika ada anak-anak yang ikut makan bersama mereka. Di antara mereka ada yang melanggar janjinya kepada anaknya dengan beralasan mereka masih kecil. Di antara mereka ada yang merasa dirinya tidak pantas dan merasa rendah jika dia berbaur dengan anak-anak. Dan seterusnya dari sikap-sikap yang jauh dari akhlak nubuwah dalam menyikapi anak-anak.

Padahal bagaimana bisa anak itu tumbuh di atas akhlak yang mulia jika dia tidak diperlakukan dengan mulia, bagaimana bisa dia tumbuh dengan akhlak menyayangi sesama muslim jika dia diperlakukan tidak dengan kasih sayang. Dan betapa banyak anak-anak zaman sekarang yang jika dia mempunyai masalah maka mereka mencari solusi pada hal-hal yang haram ketimbang mereka membicarakannya dengan orang-orang tua di sekitarnya.

Hal itu karena tidak adanya kedekatan antara anak dengan orang-orang tua di sekitarnya, sehingga si anak tidak merasakan ketenangan ketika kembali kepada orang tuanya atau ketika menceritakan masalahnya kepada kedua orang tuanya, karena orang tuanya bersikap acuh kepadanya dan merasa adanya dinding yang tinggi antara dia dengan orang tuanya, wallahul Musta’an.

Karenanya, wajib atas setiap orang tua untuk menjalin kedekatan dengan anak-anak mereka dengan cara sering berbaur dengan mereka, menghargai mereka, serta menampakkan kasih sayang kepada mereka, karena sungguh semua perkara ini termasuk perkara terbesar yang bisa memperbaiki kepribadian sang anak kelak.

Pelajaran lain yang bisa dipetik dari hadits ini:

  1. Bolehnya memberikan kun-yah kepada anak kecil dan bolehnya berkun-yah walaupun dia belum mempunyai anak.
  2. Bolehnya khatib atau seorang alim yang memberikan tausiah untuk menghentikan atau mengundurkan khutbah atau tausiahnya untuk perkara-perkara yang mubah, apalagi jika ada alasan yang syar’i.
  3. Orang yang paling berhak kita berikan sesuatu adalah siapa yang berada di sebelah kanan kita walaupun orang yang di sebelah kiri kita lebih utama daripada dirinya.
  4. Disyariatkan seseorang untuk meminta izin kepada pemilik hak jika dia hendak mengundurkan atau membatalkan penunaian haknya. Jika pemilik hak mengizinkan maka dia boleh melakukannya, tapi jika tidak maka dia tidak boleh melakukannya. Anak kecil dalam hal ini sama kedudukannya dengan orang dewasa.
  5. Anjuran berlomba-lomba dalam kebaikan dan tidak membiarkan orang lain mengerjakan suatu keutamaan selama dia merupakan orang yang paling pantas terhadap keutamaan tersebut.
  6. Hadits Sahl radhiallahu anhuma di atas termasuk dari dalil-dalil yang menunjukkan keutamaan kanan daripada kiri.
  7. Dari hadits Sahl radhiallahu anhuma bisa dipetik pelajaran -wallahu a’lam- bahwa tetangga yang berada di sebelah kanan rumah lebih utama mendapatkan pemberian daripada tetangga yang berada di sebelah kiri atau di depan rumah.
  8. Bolehnya bersumpah walaupun tidak diminta untuk bersumpah.
  9. Bolehnya memelihara dan bermain dengan binatang selama binatang tersebut tidak membahayakan dirinya dan juga dia tidak menzhalimi binatang tersebut.
  10. Tawadhu’ Nabi shallallahu alaihi wasallam dimana beliau meletakkan bejana minuman ke tangan anak kecil tersebut dan tidak menyuruhnya untuk mengambil sendiri.

Wallahu Ta’ala A’lam washallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa ala alihi washahbihi ajmain.

http://al-atsariyyah.com/?p=2195#more-2195

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*