Fatwa MPU Aceh tentang Syarat-syarat Keramaian

Berbagai acara keramaian di Aceh kerap kali mendatangkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Pihak-pihak yang mendukung  Syariat Islam sangat mengharapkan agar berbagai acara keramaian (yang dianggap lebih banyak mudharatnya) dapat diminimalisir. Sedang pihak event organizer dan masyarakat yang  ”katanya”  butuh hiburan ingin kegiatan keramaian tetap ada.

Berikut ini kami kutip  fatwa dari MPU Aceh tentang syarat-syarat keramaian itu sendiri, yang harus diindahkan oleh panitia penyelenggara, sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak harapkan.

KEPUTUSAN

MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA

NOMOR   06 TAHUN 2003

Tentang

SYARAT-SYARAT KERAMAIAN

Sidang Dewan Paripurna Ulama MPU Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berlangsung dari tanggal 08 s/d 10 November 2003 di Banda Aceh.

Mendengar:

  1. Khutbah Iftitah disampaikan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;
  2. Risalah yang telah disiapkan Badan Pekerja MPU.

Menimbang:

  1. bahwa fungsi MPU adalah:
    1. Menetapkan fatwa/hukum syari’at Islam;
    2. Memberikan penyuluhan syari’at kepada masyarakat;
    3. memberikan pertimbangan, bimbingan, dan saran kepada Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif dalam menentukan Kebijakan daerah, terutama bidang pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan dan tatanan ekonomi yang islami;
    4. memantau pelaksanaan Kebijakan Daerah agar berjalan sesuai dengan tuntutan Syari’at Islam.
    5. bahwa  sehubungan dengan pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a, perlu ditetapkan fatwa hukum dengan keputusan Majelis Permusyawaratan Ulama Provinsi NAD.

Mengingat:

  1. Al-qur’anul Karim;
  2. Al-Hadits;
  3. Ijma;
  4. Dst

Memperhatikan:

Pikiran-pikiran yang berkembang dalam rapat Dewan Paripurna Ulama tanggal 9 November 2003

Dengan bertawakkal kepada Allah dan persetujuan
DEWAN PARIPURNA ULAMA MPU PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

M E M U T U S K A N:

Menetapkan:

FATWA TENTANG SYARAT-SYARAT KERAMAIAN

Pertama : Para pemain, pemegang peran dalam pertunjukan yang ditampilkan tidak boleh bercampur antara laki-laki dan perempuan.

Kedua :  Materi, bentuk, cara penampilan tidak menjurus maksiat, pornografi. Tidak membawa kepada syirik, merusak aqidah, melecehkan agama dan moral.

Ketiga :  Panitia, Pemain, pelayan dan penonton harus berpakaian menutup aurat, sopan, layak dan tidak merangsang.

Keempat :  Tempat antara penonton pria dan wanita dipisahkan, diatur secara baik dan pantas.

Kelima :  Kegiatan keramaian di malam hari dilaksanakan selesai Shalat Isya. Dan diarahkan kepada yang baik dan bermanfaat. *

Keenam :  Jika kegiatan keramaian dilaksanakan waktu siang maka kegiatan dihentikan menjelang waktu Shalat untuk melaksanakan Ibadah. Dan pelaksanaan Ibadah menjadi tanggung jawab panitia.**

Ketujuh :  Lokasi keramaian yang bersifat hiburan tidak boleh terlalu berdekatan dengan Mesjid dan tempat Ibadah lainnya.

Kedelapan :  perlu ditumbuhkan budaya Islami dalam segenap aktifitas masyarakat/di tempat-tempat umum terutama dalam penggelaran kesenian.

Ditetapkan di       : Banda Aceh
Tanggal   : 14 Ramadhan 1424 H
9 November 2003 M

K e t u a

Dr.Tgk.H.Muslim Ibrahim, MA

======

* di Banda Aceh, biasanya dibatasi sampai pukul 23.00 WIB

** di Banda Aceh untuk siang hari biasanya harus selesai pukul 18.00 WIB, agar penonton dapat bubar dan pulang ke rumah sebelum magrib.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*